PAREPARE, PIJARNEWS.COM — Kasus OTT pejabat ULP Pemkot Parepare, masih berstatus P-19. Berkas perkara masih bolak-balik Polres – Kejari. Penyebabnya, Kejari menganggap ada unsur pasal yang belum terpenuhi.
“Lengkapi syarat-syaratnya. Kalau lengkap maka kita lanjut dengan pasal itu,” kata Kasi Pidsus Fauziah, saat ditemui PIJAR beberapa waktu lalu.
Meski tidak menjelaskan pasal yang dimaksud, namun informasi yang dihimpun jaksa diduga memberi petunjuk agar menerapkan Pasal 368 KUHP tentang tindak pidana pemerasan, alih-alih menggunakan pasal tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Menarik ditunggu sikap polres mengenai penerapan pasal tersebut. Apalagi, bolak-baliknya berkas perkara ini, sudah berlangsung empat bulan.
Sebelumnya, kalangan luas mengkhawatirkan kasus OTT ini hanya akan berakhir menjadi pidana biasa. Sorotan datang dari Ketua MPC Pemuda Pancasila Fadly Agus Mante, Ketua LSM Kipra M Nasir Dollo, hingga praktisi hukum Makmur Laona.
Medio Agustus lalu, mereka khawatir, penerapan pasal yang salah alamat bisa membuat proses hukumnya berlangsung lama -yang kini terbukti-. “Jika ada keraguan penyidik, libatkan akademisi dan atau praktisi hukum,” saran Makmur Laona kala itu.
Lebih lanjut, ia menjelaskan dalam kasus itu, pasal pemerasan identik dengan pengaduan terlebih dahulu. Namun dalam kasus OTT ULP tidak ada rekanan yang melapor merasa diperas. Selain itu, kasus ini adalah pintu masuk yang tepat untuk mengungkap aktor sesungguhnya, utamanya terkait isu fee 15 persen.
Ketua LSM Kipra Nasir Dollo membeberkan konstruksi hukum yang seharusnya dibangun penyidik, adalah menerapkan sangkaaan subsider; yakni suap (pasal 11 huruf (a) atau huruf (b). UU No 31 Tahun 1999 JO UU No 20. Tahun 2001 JO). Kedua, sangkaan gratifikasi (pasal 12 B ayat (1) huruf a). UU No 31 Tahun 1999 JO. UU No. 20 Tahun 2001 JO. Pasal 55 ayat 1 ke- 1. KUHP)
“Baik penerima maupun pemberi masing masing harus mempertanggung jawabkan perbuataannya,” tegasnya.
Nasir Dollo mengingatkan suap termasuk tindak pidana korupsi. Sementara korupsi dikategorikan kejahatan luar biasa. “Ada beberapa perkara yang dianggap kejahatan luar biasa. Seperti terorisme, narkoba, dan korupsi. Perkara korupsi termasuk membahayakan negara dan merusak sendi perekonomian,” urai dosen FH Umpar ini.
* Libatkan LKPP
Sumber internal PIJAR di Pemkot Parepare, NN -namanya diinisialkan untuk melindungi sumber- mengatakan, ada beberapa langkah yang seharusnya ditempuh penyidik dalam kasus ini. Salah satunya melibatkan pihak LKPP.
“Penyidik bisa menggali data emonev dari LKPP dan data smart-report dari LPSE. Dari data tersebut, penyidik bisa memetakan siapa saja rekanan yang paling sering memenangkan tender di LPSE,” sarannya.
“Dengan demikian, akan terlihat siapa rekanan yang merasa ‘nyaman’ diperas -jika itu benar tindak pidana pemerasan-,” sindirnya. (ris)