OPINI-Kebebasan membuat kebijakan tanpa komitmen aliansi, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) lebih leluasa membuat kebijakan dan mengedepankan visi partai. Partai ini dapat fokus pada program yang disiapkan secara independen dan menyoroti agenda yang dianggap penting, tanpa mengorbankan keinginan atau kepentingan pihak lain.
PDIP merupakan partai politik yang memiliki kekuatan signifikan di Indonesia. Meskipun hasil pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2024 akan sangat bergantung pada sejumlah faktor, termasuk dinamika politik yang kompleks, PDIP dapat memiliki beberapa kekuatan dalam pertempuran ini tanpa koalisi. Dengan basis elektoral yang kuat, PDIP memiliki basis elektoral yang solid dan merupakan salah satu partai terbesar di Indonesia. Dukungan dari konstituen yang sudah mapan dapat memberikan keunggulan elektoral bagi PDIP dalam pemilihan presiden dan wakil presiden.
PDIP memiliki infrastruktur partai yang solid dan memiliki infrastruktur partai yang mapan dengan jaringan yang luas diseluruh Indonesia. Hal ini dapat membantu mobilisasi pemilih, kampanye, dan logistik yang dibutuhkan untuk pemilu. Pengalaman pemerintahan, PDIP memiliki pengalaman dalam pemerintahan, khususnya dalam kepemimpinan Jokowi sebagai Presiden. Pengalaman ini dapat memberikan keyakinan pemilih bahwa PDIP memiliki kemampuan untuk memimpin negara. Jaringan Politik dan Kerjasama PDIP memiliki jaringan politik yang luas dan telah bekerjasama dengan partai lain dalam beberapa pemilu sebelumnya. Meski tanpa koalisi, PDIP bisa mengembangkan ikatan politik dengan partai lain untuk mendapatkan dukungan atau mencapai kesepakatan strategis yang saling menguntungkan.
Jika keputusan PDIP tetap untuk tidak berkoalisi dalam pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2024 akan memengaruhi dinamika politik, strategi kampanye dan potensi keberhasilan partai. Namun, efek sebenarnya akan bergantung pada beberapa faktor, seperti popularitas kandidat, sikap pemilih, dinamika politik yang berkembang saat itu.
Bagaimana Jika PDIP Kalah dalam Capres 2024 karena Tanpa Koalisi?
Jika PDIP kalah pada pilpres 2024 tanpa dukungan parpol lain dalam koalisi, beberapa dampak dan akibat yang mungkin terjadi. Seperti penurunan kekuatan politik kekalahan dalam pemilihan presiden tanpa alokasi atau dukungan dari koalisi dapat melemahkan kekuatan politik PDIP. Partai bisa kehilangan pengaruhnya dalam membentuk politik nasional dan dalam pemilihan lainnya. Perubahan dinamika politik kekalahan PDIP dalam pemilihan Presiden bisa mengubah dinamika politik nasional.
Partai politik lain yang berhasil memenangkan pemilu dapat mendominasi agenda politik dan menerapkan kebijakan yang bertentangan dengan visi dan agenda PDIP. Temuan kajian Saiful Mujani, Research and Consulting (SMRC) menemukan, tanpa koalisi, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) berpeluang kalah di pilpres 2024. Pada penelitian ini, simulasi dilakukan dengan asumsi terdapat empat pasangan calon Presiden. Yang pertama adalah Prabowo Subianto dengan Muhaimin Iskandar. Kedua dengan Anies Baswedan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Ketiga, Ganjar Pranowo berpasangan dengan Puan Maharan. Keempat, Airlangga Hartarto sedang mencari kandidat, misalnya Erick Thohir sebagai orang yang juga melakukan sosialisasi capres dan cawapres. Mensimulasikan empat pasangan di atas, jajak pendapat SMRC Desember 2022 menemukan bahwa pasangan Ganjar-Puan menduduki peringkat ketiga dengan 21,6 persen suara. Perolehan suara pasangan ini di bawah 29,7 persen Prabowo-Muhaim dan 28,8 persen Anies-AHY. Sedangkan pasangan Airlangga-Erick sebesar 4,9 persen dan yang tidak menjawab sebesar 15 persen.
Untuk Memenangkan Pemilihan Presiden, Harus Ada Koalisi
Saiful menambahkan, jika PDIP memiliki kader sendiri tanpa membentuk koalisi, kemungkinan besar perolehan suara capres dan cawapresnya hanya akan datang dari kader atau pendukung PDIP. Beberapa jajak pendapat kini menempatkan perolehan suara PDIP sekitar 20 persen.
“Dukungan 20 persen ini tidak memungkinkan caleg untuk maju ke putaran kedua. Secara umum, pesan dari pemilih adalah PDIP tidak bisa memenangkan pilpres dengan sendirinya. Memang, pengalaman selama ini menunjukkan bahwa hal itu harus dilakukan dengan sikap koalisi,”. pungkasnya.
Namun, penting untuk dicatat bahwa strategi koalisi bukanlah satu-satunya cara untuk memenangkan pemilihan Presiden. Ada contoh dimana partai politik memenangkan pemilu tanpa membentuk koalisi. Setiap strategi harus dievaluasi berdasarkan kondisi politik, popularitas kandidat dan dinamika pemilu yang berlaku. (*)
Opini yang dipublikasikan di media online ini menjadi tanggung jawab penulis secara pribadi. PIJARNEWS.COM tidak bertanggung jawab atas persoalan hukum yang muncul atas tulisan yang dipublikasikan.