PINRANG, PIJARNEWS.COM—Fenomena tanah bergerak di Dusun Ratte Poton, Desa Suppirang berdampak pada stabilitas kehidupan warga setempat, pasalnya bencana tersebut merusak rumah warga, bangunan umum dan lahan perkebunan.
Pantauan Pijarnews.com, sejumlah bangunan umum seperti Sekolah dan Puskesmas mengalami retak dan beberapa lahannya amblas.
Sekolah misalnya, sebagian besar lahan Sekolah mengalami retak khususnya di halaman Sekolah dan lapangan upacara.
Tak hanya itu, keretakan parah juga terjadi di semua ruang kelas, dimana kedalaman hampir mencapai satu meter.
Sekolah Dasar (SD) 158, pada bagian dinding dan plafon Sekolah juga tampak memunculkan keretakan. Oleh karena itu kegiatan belajar mengajar dialihkan demi keselamatan siswa.
Pengalihan kegiatan belajar mengajar sudah dilakukan sejak lama, kegiatan itu dilakukan pada kolong rumah warga setempat.
Dusun Ratte Poton, Linus Pranata menerangkan pemindahan proses belajar mengajar sudah berlangsung sejak kemunculan fenomena tanah bergerak.
“Ini dilakukan sejak ada tanah bergerak, karena warga takut kalau ada apa-apa toh,” ungkapnya.
Kemunculan fenomena tersebut terjadi sejak bulan April hingga Juni lalu, sehingga proses belajar mengajar di bawah kolong rumah terhitung satu tahun lamanya.
Kendati demikian lanjut Linus, pihak Desa telah menyiapkan lahan alternatif untuk dibangun Sekolah.
“Tapi, pihak desa sudah menunjuk dan menetapkan lahan sekolah, ada diatas sana,” ujarnya.
Adapun luas lahan tersebut, sambung Linus diperkirakan seluas hampir satu hektar. “Sudah ada itu sekitar hampir satu hektar lah,” tuturnya.
Akan tetapi berdasarkan pantauan Pijarnews.com, belum ada tanda-tanda pembangunan sekolah diatas lahan alternatif tersebut.
Sementara, seperti yang terjadi pada bangunan Sekolah, bangunan Puskesmas juga cukup parah. Keretakan terjadi dibagian ruang-ruang kesehatan.
Terlihat beberapa fasilitas juga mengalami kerusakan akibat fenomena tanah bergerak.
Linus menerangkan kegiatan pelayanan Puskesmas selama kemunculan fenomena itu juga tidak beroperasi di Puskesmas. Namun kata dia, pelayanan kesehatan dilakukan dengan sistem door to door atau dari rumah warga yang satu ke rumah yang lainnya.
“Kegiatan pelayanan kesehatan itu sekarang bidan datang saja ke rumah-rumah warga,” imbuhnya.
Disisi lain, lahan perkebunan warga juga terdampak. Seperti diketahui Desa Suppirang khususnya di Dusun Ratte Poton merupakan daerah penghasil kakau dan kopi terbesar di Pinrang.
Sejak ada tanah bergerak, aktivitas perkebunan warga sangat terbatas. Meskipun beberapa warga tetap berkebun, namun dihantui oleh rasa takut.
Bersarkan keterangan warga setempat, Simon Salasa, dirinya masih tetap menjalankan aktifitas perkebunannya setiap hari.
Walakin, ia mengaku takut dan cemas jika sewaktu-waktu ancaman bencana yang sama datang membahayakan dirinya.
Baginya tidak ada pilihan lain, sebab perkebunan menjadi satu-satunya mata pencariannya.
“Mau bagaimana lagi, itu ji yang bisa dikerja,” ujarnya.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pinrang, Rommy, mengungkapkan berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh pihaknya, pergeseran tanah terjadi sepanjang 2 kilometer.
“Jadi kalau kita lihat di kebun warga itu ada sekitar 2 kilometer yang bergeser dan amblas dan kedalamannya rata-rata 80 sentimeter hingga 2 meter,” terang Rommy.
Adapun dampak yang terjadi di rumah warga juga terparah, pasalnya dibeberapa tanah rumah milik warga terbongkar dan berlubang. Seperti yang dialami Bernandus, di rumahnya terdapat lima titik retak yang terjadi akibat tanah bergerak.
“Ada lima titik itu di rumah, itu ada di sepanjang lahan rumah saya,” ungkapnya.
Pantauan Pijarnews.com, masyarakat tetap menjalankan aktifitas seperti biasannya, namun tetap dihantui kecemasan akan bencana yang sewaktu-waktu akan datang.
Reporter : Sucipto Al-Muhaimin