OPINI — Seperti yang kita ketahui, tinggal beberapa bulan lagi rakyat Indonesia akan menjalani pesta demokrasi untuk memilih calon perwakilannya di Dewan Kehormatan seperti Dewan Perwakilan Rakyat. Mulai dari tingkat daerah sampai tingkat pusat.
Belum lagi tak kalah penting dengan pemilihan calon presiden baru untuk periode baru 2024-2029, diduga akan terjadi manipulasi data dan suara yang akan digelembungkan mengingat di awal telah terlihat ada beberapa mobilisasi massa untuk mendukung pasangan capres tertentu yang seharusnya pihak tersebut netral dan tidak boleh terang terangan mendukung pasangan calon.
Belum lagi sejumlah mutasi aparatur Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) yang diduga dipersiapkan untuk mendukung kecurangan pada Pemilu 2024 yang akan datang, sehingga seharusnya negara menjamin kebebasan dan menjaga suara pilihan rakyat, tetapi kemungkinan akan dinodai oleh sejumlah oknum aparatur negara yang ikut bermain dan tidak menjalankan kewajibannya sebagaimana mestinya.
Jika dilihat dari komposisi calon presiden dan konstalasi politik, memang seharusnya telah dapat ditebak siapakah yang punya gagasan dan ide baru dalam melaksanakan amanat undang undang, namun sepertinya ada salah satu pihak selalu ingin memaksakan keadaan sehingga terjadilah istilah “Anak Haram Konsitusi”. Menurut Tempo, ada manuver keras dari Ketua MK waktu itu yang notabene Paman dari Gibran” #OpiniRudi #MajalahTempo #AnakHaramKonstitusi #RudiSKamri, dimana penentuan calon itu sudah diatur dalam Undang Undang Dasar 1945, namun karena dipaksakan kemudian diloloskan, maka kemungkinan akan melahirkan banyak masalah, karena hak-hak rakyat yang memilih akan dapat dimanipulasi untuk kepentingan, dimana indikasi awalnya saja telah diperlihatkan kondisi yang tidak etis/beretika.
Harapan dari pemilihan umum Indonesia 2024 ini sebagai anak bangsa adalah terpilihnya pemimpin bangsa/Presiden yang sesuai dengan hati nurani bangsa yang menginginkan perubahan dan sesuai dengan suara yag sebenarnya tanpa adanya campur tangan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, bahkan wasit pun yang seharusnya punya kewajiban untuk mengawal agenda besar ini, namun terkesan memihak pada salah satu pasangan calon.
Sehingga menurut saya sangat sarat dengan dugaan kecurangan dan akan menodai konstitusi untuk kedua kalinya, dimana diawal telah melahirkan “anak haram konstitusi” lalu kemudian terdapatnya tindak kecurangan dalam proses pemilihan.
Tidak ada jaminan bahwa pemilihan ini akan berjalan sesuai dengan hak dan kewajiban kita sebagai warga negara Indonesia, jika kita tidak menyadari betapa pentingnya mengawal pemilihan yang bersih jujur dan adil. Sebab jika komponen bangsa ini telah terpengaruh dengan kepentingan pribadi bahkan oligarki, maka sangat mungkin terjadi kecurangan terbesar dari Pemilu yang telah lalu, dimana kita ketahui Pemilu yang lalu, bangsa ini dikejutkan banyaknya Anggota KPPS yang meninggal dunia secara misterius, dan hanya dipublish bahwa akibat kecapean, padahal faktanya tidak seperti itu. Harapan saya semoga hal ini tidak terjadi dan hanya sebatas opini saja dan menjadi renungan bagi kita semua, sebagai anak bangsa Indonesia. (*)