Penulis: Faridatus Sae, S. Sosio
(Aktivis Dakwah Kampus, Alumni S1 Universitas Airlangga)
Pemerintah kini sedang merancang aturan bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) pria agar bisa ikut menikmati “cuti ayah” guna untuk mendampingi istrinya melahirkan dan mengasuh bayinya. Aturan ini nantinya termuat di dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) mengenai manajemen ASN. Aturan cuti mendampingi istri yang melahirkan ini menjadi hak ASN pria yang diatur dan djamin oleh negara. (idntimes.com, 14/3/2024)
Rancangan aturan bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai aturan pelaksana dari UU No. 20/2023 tentang ASN. Salah satu poin yang akan diatur adalah hak cuti pendampingan bagi ASN pria yang istrinya melahirkan. RPP tersebut ditargetkan tuntas maksimal April 2024. Menurut Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas, hak cuti tersebut merupakan aspirasi banyak pihak.
Hak cuti bagi karyawan pria yang istrinya melahirkan, atau biasa disebut “cuti ayah”, sudah jamak diberlakukan di sejumlah negara dan perusahaan multinasional. Waktu cuti yang diberikan bervariasi, berkisar 15 hari, 30 hari, 40 hari, hingga 60 hari. Selain itu, cuti ayah diharapkan mendorong peningkatan kualitas SDM dan fase menyiapkan sumber daya manusia penerus terbaik sejak dini. (cnbcindonesia.com, 14/03/2024)
Aturan cuti ayah yang dirancang ini merupakan angin segar yang dirasakan oleh seorang istri. Tentunya dalam masa melahirkan besar keinginannya ditemani pasangan yang menguatkannya dan selalu berada disampingnya dalam proses melahirkan dan ini merupakan hal yang didambakan bagi seorang istri. Apalagi saat seorang istri yang melahirkan anak pertama, tentu hal ini menjadi pengalaman pertama yang tidak jarang seorang istri sangat membutuhkan suami disampingnya, dan tentunya meminta kekuatan dari Allah. Selain itu, cuti ayah tentu akan memberikan kesan tersendiri bagi calon ayah karena bisa menyaksikan buah hatinya lahir dan menemani istri tercintanya melakukan proses melahirkan yang menaruhkan dirinya.
Hanya saja, ketika cuti ayah diharapkan dapat mendorong peningkatan kualitas SDM dan fase menyiapkan sumber daya manusia penerus terbaik sejak dini. Tentu hal ini kurang tepat, karena sejatinya kualitas generasi dipengaruhi banyak faktor, yang mengiringi perjalan hidup seorang anak bukan hanya saat lahir. Oleh karena itu, pembentukan generasi yang berkualitas membutuhkan supporting sistem yang kuat dan berkualitas sepanjang hidup anak, termasuk bagaimana seorang ayah menjadi ayah yang berkualitas. Bukan hanya itu, seorang ibu harus menjadi ibu yang berkualitas.
Mirisnya hari ini, ayah dan ibu menjadi korban sistem yang diterapkan sehingga menajdi ayah dan ibu yang belum berkualitas. Ada banyak hal mendasar yang berpengaruh terhadap kualitas generasi, diantaranya: pendidikan, media, pola konsumsi yang tidak ada jaminan halal dan tayyib, perekonomian yang jauh dari kata sejahtera tiap individu, dan sistem yang tidak mendukung untuk menjadi manusia yang berkualitas.
Sistem kapitalisme sekuler yang mengagungkan kapital atau modal. Dalam sistem ini, generasi hanya dinilai sebagai generasi budak korporat, generasi hanya akan dihargai ketika memberikan keuntungan bagi korporasi pemilik modal, dan generasi hanya dijadikan budak pekerja dan generasi dalam sistem ini dihargai jika mendukung dan melanggengkan hegemoni kapitalisme.
Cuti ayah memang dibutuhkan, namun aturan cuti ayah bukanlah solusi mendasar yang menyentuh akar permasalahan. Akar persolanan SDM generasi tidak berkualitas karena sistem yang tegak hari ini menjauhkan generasi dari gambaran generasi berkualitas. Generasi hari ini diaruskan mengikuti arus kapitalisme yang justru menjauhkan dari gambaran generasi berkualitas. Nampak nyata bagaimana cara negara menyelesaikan persoalan yang ada di tengah rakyat. Wajar jika persoalan tidak terselesaikan tuntas jika masih menagadopsi sistem kapitalisme sekuler.
Islam menjadikan kualitas generasi tidak hanya menjadi tanggung jawab orangtua, ayah dan ibu. Namun, juga disertai dengan supporting system, termasuk peran masyarakat dan negara dengan segala kebijakannnya dalam berbagai bidang. Penerapan Islam kaffah meniscayakan terbentuk generasi berkualitas, beriman bertakwa dan trampil serta berjiwa pemimpin. Di dukung dengan pendidikan terbaik dan berkualitas dan pendidikan ini adalah hak setiap individu maka ketika pengelolaan sumber daya alam dikelola dengan baik sesuai aturan islam, maka pendidikan bisa gratis dirasakan oleh setiap rakyat dan kesejahteraan dijamin setiap individu dalam masyarakat. (*)