OPINI-Komunikasi merupakan proses penyampaian dari komunikator ke komunikan. Sedangkan, politik ialah jalan menuju kekuasaan atau pengambilan keputusan di ranah pemerintahan. Selaras dengan pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa komunikasi politik ialah komunikasi yang melibatkan politisi dengan masyarakat. Beberapa ahli hukum mengatakan bahwa komunikasi politik termasuk dalam ilmu politik karena membahas seputar politik.
Seperti yang kita ketahui bersama bahwa aktivitas politik merupakan sesuatu yang akan mewarnai kehidupan masyarakat menjelang hingga berakhirnya Pemilihan Umum (Pemilu). Tidak bisa dinafikkan bahwa dalam masa-masa kampanye ada sekelompok atau orang-orang tertentu yang membawa kepentingan dan menyebarkan berita palsu (hoax) dengan tujuan agar kepentingannya itu bisa tercapai.
Komunikasi politik bertujuan untuk mensosialisasikan politik ataupun sesuatu yang berhubungan dengan politik dari sang pemberi pesan (biasanya kandidat) ke penerima pesan (masyarakat umum) agar dapat mendapatkan simpatik dari masyarakat. Tak jarang ada yang mengaggap bahwa politik itu kotor, licik, dan lain-lain. Sebenarnya yang salah adalah cara dalam berpolitik bukan politiknya. Dewasa ini, kita sudah dapat mengakses isu-isu krusial dengan mudah menggunakan media sosial.
Di zaman sekarang yang canggih ini, media sosial sudah dijadikan sebagai alat komunikasi politik yang dapat dijangkau dengan sangat mudah oleh masyarakat umum (publik). Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa dalam bermedia sosial akan di dapati tantangan-tantangan, terdapat hal positif dan negatif dalam bermedia sosial. Salah satu dampak positif dari media sosial ialah kita dengan mudah dapat menerima dan menganalisis fenomena yang terjadi, bukan hanya ditingkat lokal tetapi juga ditingkatan global atau internasional. Sedangkan, dampak buruknya ialah penyebaran informasi palsu (hoax) . Tidak bisa dinafikkan bahwa dalam masa-masa kampanye ada sekelompok atau orang-orang yang membawa kepentingan dan menyebarkan berita palsu (hoax) dengan tujuan agar kepentingannya itu bisa tercapai.
Sebenarnya larangan menyebarkan berita palsu (hoax) telah diatur dalam larangan menyebarkan hoax UU ITE dalam 28 ayat (3) yang berbunyi “Setiap Orang dengan sengaja menyebarkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang diketahuinya memuat pemberitahuan bohong yang menimbulkan kerusuhan di masyarakat”. Namun faktanya, dalam realitas yang terjadi di lapangan masih sering terjadi penyebaran informasi palsu (hoax).
Indonesia merupakan negara dengan angka tinggi penggunaan media sosial. Nah, tentu dalam bermedia sosial akan didapatkan banyak sekali informasi atau berita yang dapat kita temui, baik informasi sepotong, seperti penyebaran video sepotong yang dapat membuat orang yang melihatnya menjadi salah sangka. Dampak dari penyebaran hoax di media sosial, yakni masyarakat akan terprovokasi, saling menghujat dan membenci satu sama lain. Selain itu, kita juga akan salah memilih pemimpin yang baik ketika mempercayai isu-isu yang tidak benar (hoax).
Dalam kode etik jurnalistik terdapat unsur-unsur berita yang dapat dijadikan sumber informasi terpercaya yakni :
1. Cermat dan tepat (akurat)
2. Berita harus lengkap, adil, dan berimbang
3. Objektif (berita tidak mencantumkan pendapat atau opini individu tertentu).
Artinya, berita tersebut berlandaskan pada kenyataan dan tidak menghakimi pihak manapun.
Hal ini merupakan problematika yang sama-sama harus kita selesaikan, dengan cara mengedukasi diri. Perlu adanya analisis yang kuat melihat informasi atau berita agar tidak terjerumus ke berita hoax, misalnya dengan melihat dari sumber mana informasi tersebut didapatkan. Disamping itu, sebagai orang yang sadar mengenai hal seperti ini, kita harus mampu mengedukasi masyarakat agar tidak mudah mempercayai informasi yang digiring oleh pihak-pihak tertentu agar mendapatkan keuntungan pribadi. Kita juga harus mampu membandingkan pro dan kontra setiap informasi yang diterima.
Hal yang tak kalah pentingnya ialah kita harus memastikan bahwa diri kita sendiri tidak menyebarkan berita palsu (hoax) dengan memegang teguh saring sebelum sharing informasi atau berita yang didapatkan. Adab dan etika dalam bermedia sosial harus terus dijaga agar tidak merugikan diri sendiri maupun orang lain, jangan sampai karena terprovokasi oleh isu-isu hoax kita tidak lagi menghargai pendapat orang lain atau mengeluarkan pendapat yang dapat melukai orang lain.
Media sosial sudah seharusnya digunakan sebagai tempat memberikan dan mendapatkan informasi yang benar dan akurat. Sehingga, fakta yang terjadi di lapangan ialah bisa menghasilkan diskusi antar masyarakat yang mampu melahirkan pemimpin bangsa yang diharapkan dan di cita-citakan sesuai demokrasi di Indonesia. Alangkah lebih baiknya lagi, ketika kita mendapatkan berita, informasi, atau kampanye yang tidak benar (hoax), telah digiring sedemikian rupa agar terlihat seperti sesuatu yang benar di media sosial, berita tersebut di silent atau dilaporkan agar tidak ada orang lain yang rugi karena berita tersebut. Kekuatan informasi dari media sosial akan sangat mempengaruhi pandangan atau perspektif masyarakat.(*)
Tulisan opini yang dipublikasikan di media online ini menjadi tanggung jawab penulis secara pribadi. PIJARNEWS.COM tidak bertanggung jawab atas persoalan hukum yang muncul atas tulisan yang dipublikasikan.