PAREPARE, PIJARNEWS.COM — Abidin, kakek 81 tahun ini adalah satu dari sekian banyak ironi di Kota Parepare. Dia dulu seorang kuli bangunan yang terampil. Sayang usia tidak bisa berbohong. Tubuhnya kian lamban. Tangannya tak secakap dulu lagi. Mandor sudah enggan mempekerjakannya.
Abidin tentu harus bertahan hidup. Tapi tidak semudah itu ditengah kerasnya kota. Jika mau makan, maka dia harus kerja. Untuk sesaat, tetangganya di Jalan Taebe, Soreang silih berganti membantunya. Namun Abidin tegas tidak ingin terus menerus bergantung pada belas kasih oranglain.
Dulunya, ia tinggal digubuk itu bersama menantunya Anti dan empat cucunya. Mereka lalu pindah keluar kota, untuk bekerja dipabrik bata. Mirisnya kehidupan mereka juga tidak jauh berbeda dengan Abidin.
“Saya tidak mau bergantung pada orang. Rencananya saya mau jualan sayur di Pasar Lakessi. Makanya mau jual alat pertukangan saya dulu supaya jadi modal, semoga ada yang mau beli,” tuturnya saat ditemui PIJAR di gubuknya.
Gubuk itu berukuran 5×5 meter, dibangun dengan sisa kayu yang ia pungut. Satu yang menarik, meski nasibnya tidak seberuntung yang lain, namun nasionalisme Abidin patut diacungi jempol. Dengan sisa uangnya, selembar bendera merah putih berkibar gagah diatas gubuk reyot itu.
Didalam gubuknya itu, alat tukang seperti sendok semen, gergaji, palu dan sebagainya masih ia simpan rapi. “Kalau ada mau beli saya alhamdulillah. Lebih syukur lagi kalau pemerintah mau bantu modal,” harapnya. (con/ris)