JAKARTA, PIJARNEWS. COM- Hingga 22 September 2024, Direktorat Jenderal Imigrasi mencatat sebanyak 7.614 orang dalam daftar pencegahan dan penangkalan (cekal). Dari jumlah tersebut, 602 orang termasuk dalam kategori pencegahan sementara, sedangkan 7.012 orang merupakan penangkalan, yang berarti mereka ditolak untuk masuk ke Indonesia.
Sebanyak 1.644 orang asing yang ditangkal (23,5%) adalah mereka yang masuk dalam daftar penangkalan untuk pertama kalinya, sementara 76,5% di antaranya telah diperpanjang masa penangkalannya. Di sisi lain, 518 orang yang masuk daftar pencegahan adalah warga negara Indonesia (WNI) yang sedang menjalani proses hukum, sedangkan 63 orang asing dicegah karena belum menyelesaikan kewajiban mereka di Indonesia.
“Petugas Imigrasi berhak menunda orang asing keluar dari Wilayah Indonesia jika mereka masih memiliki kewajiban yang harus diselesaikan, seperti terkait pajak dan lainnya,” jelas Direktur Jenderal Imigrasi, Silmy Karim.
Silmy juga mengungkapkan bahwa dalam revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, orang asing bisa ditolak untuk masuk ke Indonesia maksimal selama 10 tahun, dan dapat diperpanjang untuk 10 tahun berikutnya. Sebelumnya, jangka waktu penangkalan sama dengan pencegahan, yakni enam bulan.
“Namun, perpanjangan penangkalan juga tergantung pada jenis tindak pidana yang dilakukan. Dalam Pasal 102 Ayat (3) UU Keimigrasian disebutkan bahwa penangkalan seumur hidup dapat diterapkan jika Indonesia dan negara asal orang asing menganggap perbuatan tersebut sebagai tindak pidana. Contoh kasus yang paling berat meliputi peredaran narkotika dan terorisme,” sambungnya.
Peningkatan jumlah penangkalan sebanyak 7.012 orang ini mencerminkan upaya pemerintah dalam menjaga keamanan negara, terutama dari ancaman kejahatan transnasional seperti narkoba, penyelundupan manusia, perdagangan orang, serta ancaman pelaku kejahatan seksual.
“Ini merupakan cerminan komitmen kami dalam menjaga keamanan negara. Kami tidak akan ragu untuk mengambil tindakan tegas terhadap orang asing yang berpotensi mengganggu ketertiban dan keamanan masyarakat. Kebijakan ini juga bertujuan untuk melindungi kepentingan nasional dan mencegah masuknya unsur-unsur yang tidak diinginkan,” tutup Silmy.