Oleh: Sitti Fatmawati Ilyas, S.Pd
(Pendidik dan Aktivis Dakwah)
Anggota DPRD Kaltim Nurhadi Saputra menilai masalah pendidikan di Balikpapan sudah sangat urgen. Peliknya begitu terasa setiap kali masa Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Ia berharap pemprov dapat mengurai masalah itu, dengan membangun SMA/SMK negeri karena jumlahnya sangat kurang. Di balik kemegahan Kota Balikpapan, yang merupakan kota terbesar kedua di Kaltim. Beberapa masalah dasar belum terselesaikan hingga kini. Yang paling mencolok adalah krisis air bersih dan pendidikan.
Untuk masalah pendidikan, legislator Kaltim Nurhadi Saputra mengatakan bahwa pemerintah daerah sudah harus melakukan penetrasi, agar satu per satu masalah bisa tuntas. Satu di antara masalah di bidang pendidikan adalah kurangnya jumlah SMA/SMK negeri. Tercatat, jumlah SMPN di Kota Balikpapan ada sekitar 28 sekolah. Sementara untuk jenjang di atasnya, hanya sejumlah 15 SMA/SMKN. Jika dirincikan terdapat 9 SMA dan 6 SMK. Jumlah itu, kata Nurhadi, tidak mampu menampung seluruh siswa lulusan SMP.
Berdasarkan laporan Dinas Pendidikan Kota Balikpapan, hanya sekitar 67 persen siswa lulusan SMPN yang bisa diterima di 15 sekolah SMA dan SMK. Sisanya terpaksa ke swasta. Nurhadi berharap Pemerintah Provinsi Kaltim dapat menambah jumlah SMA/SMKN setiap tahunnya. Sehingga lulusan SMP tidak lagi kesulitan dalam mencari sekolah di jenjang selanjutnya khususnya yang negeri. Kurangnya fasilitas pendidikan yang tersedia dalam hal ini gedung sekolah, dapat mengakibatkan calon peserta didik tidak dapat ditampung dalam sistem atau lembaga pendidikan (Kaltim Faktual, 31/10/2024).
Pendidikan dalam Asuhan Sistem Kapitalisme
Masalah ini sebenarnya sudah menjadi sorotan bertahun- tahun, apalagi pada masa penerimaan siswa baru. Namun hingga hari ini masih terus menjadi polemik yang tak kunjung terselesaikan. Sangat disayangkan, mengingat bahwa pendidikan adalah hak bagi setiap warga negara. Harusnya hal ini mudah untuk diakses bagi setiap orang dengan fasilitas yang terbaik demi mewujudkan generasi bermanfaat. Namun apa jadinya jika gedung sekolah yang tersedia saja sangat terbatas. Lalu bagaimana output generasi yang akan dihasilkan? bagaimana dengan fasilitas penunjang yang lainnya?
Tidak tersedianya fasilitas ini akan memicu munculnya berbagai masalah yang baru. Misalnya, anak putus sekolah, sarana dan prasarana yang kurang memadai, biaya pendidikan yang semakin mahal dan lain sebagainya. Menjadikan pendidikan menjadi kebutuhan yang semakin sulit diakses oleh seluruh lapisan masyarakat.
Hal ini akibat penerapan sistem kapitalisme. Sistem ini berasaskan pada materi dan mengabaikan kepentingan masyarakat. Dalam asuhan sistem kapitalisme, negara hanya hadir sebagai perantara, bukan sebagai pihak pertama yang wajib menjamin kebutuhan masyarakat. Wajar jika tidak pernah menaruh perhatian khusus terhadap pendidikan. Bahkan kerap dianggap sebagai suatu hal yang membebani negara, terutama dalam hal pembiayaan.
Sementara itu, masalah dalam dunia pendidikan di negeri ini kian kompleks. Di antaranya adalah saran dan prasarana antara sekolah negeri dan swasta yang sangat jauh berbeda atau antara sekolah di perkotaan dan di daerah terpencil, kurangnya tenaga pengajar, ruangan kelas yang terbatas dan lain sebagainya. Hal ini semakin menunjukkan butuhnya peran negara sekaligus menunjukkan kegagalan negara dalam sistem kapitalisme dalam menyelesaikan masalah pendidikan dan dalam pemenuhan hak pendidikan bagi seluruh lapisan masyarakat.
Pendidikan dalam Islam
Islam memandang pendidikan adalah kebutuhan dasar yang wajib dipenuhi oleh negara. Maka negara memiliki mekanisme dalam memastikan hak pendidikan terpenuhi. Berikut gambaran pendidikan dalam Islam.
Pertama, dibangun atas dasar paradigma Islam. Tujuan pendidikan Islam adalah membentuk kepribadian Islam, menguasai tsaqafah Islam, dan ilmu-ilmu kehidupan (iptek dan keterampilan).
Kedua, kurikulumnya berbasis akidah Islam. Kurikulum adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Di dalamnya berisi perangkat pembelajaran secara menyeluruh. Dalam Islam, kurikulum yang disusun harus berbasis akidah Islam. Tidak ada dikotomi antara agama dan ilmu kehidupan. Dengan paradigma ini, pendidikan berjalan secara berkesinambungan pada seluruh jenjang pendidikan, baik dari perangkat materi pelajaran, metode pembelajaran, strategi belajar, dan evaluasi belajar.
Ketiga, fasilitas pendidikan yang memadai. Semua jenjang pendidikan harus memiliki fasilitas yang sama agar semua peserta didik di setiap wilayah dapat menikmati fasilitas pendidikan. Semua itu menjadi tanggung jawab negara selaku penyelenggara pendidikan. Negara wajib menyediakan infrastruktur pendidikan yang cukup dan memadai seperti gedung-gedung sekolah, laboratorium, balai-balai penelitian, buku-buku pelajaran, teknologi yang mendukung KBM, dan lain sebagainya.
Keempat, pembiayaan pendidikan menjadi tanggung jawab negara. Seluruh pembiayaan pendidikan dalam Islam diambil dari baitulmal, yakni dari pos fai dan kharaj, serta pos kepemilikan umum.
Kelima, guru dan tenaga pengajar profesional. Negara wajib menyediakan tenaga-tenaga pengajar yang ahli di bidangnya, sekaligus memberikan gaji yang cukup bagi guru dan pegawai yang bekerja di kantor pendidikan. Khalifah Umar bin Khaththab ra. pernah menggaji guru-guru yang mengajar anak-anak kecil di Madinah sebanyak 15 dinar (setara Rp57 juta jika diasumsikan harga 1 gram emas sebesar Rp900.000) tiap bulan. Gaji ini beliau ambil dari baitulmal.
Wallahua’lam bishshowwab.