Oleh:Adekamwa
(Mahasiswa Magister Jurusan Ilmu Komunikasi Unhas)
Bak meteor yang melesat, karier Mayor Teddy Indra Wijaya begitu moncer. Mantan ajudan Prabowo itu kini menjabat posisi strategis sebagai Sekretaris Kabinet presiden. Namun ibarat pisau bermata dua, tetap ada kontroversi di balik keterpilihannya.
Kini pertanyaan besar muncul, apakah TNI tetap netral atau mulai terlibat langsung dalam kancah politik Indonesia?Pada 20 Oktober 2024 lalu, Mayor Teddy resmi sebagai Seskab di era Kabinet Merah Putih. Meskipun ia memiliki karier cemerlang di militer, penempatan Teddy di posisi sipil yang tidak terkait langsung dengan sektor keamanan atau pertahanan, seperti Seskab, menimbulkan keraguan di kalangan beberapa pihak. Dalam konteks ini, persoalan mengenai netralitas TNI menjadi semakin kompleks.
Penulis meyakini, meskipun Teddy memiliki pengalaman dan kredibilitas yang tidak diragukan, penempatan seorang prajurit aktif di posisi sipil yang berpotensi memengaruhi kebijakan pemerintahan bisa menimbulkan kesan TNI terlibat langsung dalam politik, yang seharusnya dihindari.
Meskipun penempatan Teddy di Seskab dimungkinkan oleh Peraturan Presiden, penulis merasa posisi ini menambah keraguan publik terhadap integritas TNI sebagai lembaga yang tidak terlibat dalam urusan politik praktis. Hal ini menjadi masalah karena masyarakat mungkin merasa TNI, meskipun melalui sosok yang berperan administratif, tetap berada dalam pengaruh politik yang kuat.
Lebih lanjut, meski pihak TNI dan pemerintah berargumen bahwa penempatan Teddy di posisi Seskab adalah penugasan di luar struktur TNI, pertanyaan tentang kesesuaian dengan UU TNI tetap muncul. Pasal 47 Ayat (2) UU TNI mengatur bahwa prajurit aktif hanya bisa menduduki jabatan di lembaga yang terkait langsung dengan pertahanan dan keamanan.
Mengingat Seskab bukan termasuk dalam kategori ini, hal ini membuka ruang bagi revisi aturan atau keputusan lebih lanjut. Penulis percaya, agar netralitas TNI dapat terjaga, sebaiknya ada evaluasi lebih mendalam mengenai kebijakan ini, untuk menghindari potensi konflik kepentingan yang bisa merusak kepercayaan publik terhadap TNI dan pemerintah.
Antara Tugas Militer dan Tantangan Netralitas
Sebagai ajudan, peran Teddy selama empat tahun mendampingi Prabowo Subianto memberikan dampak signifikan terhadap kariernya. Kedekatannya dengan seorang figur politik yang terlibat dalam persaingan Pilpres 2024 tentunya membawa pengaruh pada citra TNI, yang diharapkan tetap netral.
Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dan Wikipedia, Aide-de-camp, yang berasal dari bahasa Prancis yang berarti “tukang bantu dalam kamp militer,” merujuk kepada seorang asisten pribadi atau sekretaris bagi individu berpangkat tinggi. Peran ini umumnya dijalankan oleh pejabat pemerintahan, anggota kepolisian, personel militer senior, anggota keluarga kerajaan, atau kepala negara. Aide-de-camp bertugas sebagai asisten pribadi terdepan, memainkan peran penting dalam mendukung tugas-tugas sehari-hari pemimpinnya.
Di berbagai negara, aide-de-camp sering kali diberikan gelar kehormatan yang disingkat sebagai ADC atau Ade C. Selain fungsi administratif, mereka juga menjalankan tugas-tugas seremonial yang signifikan. Sebagai simbol dari jabatan mereka, seorang aide-de-camp biasanya mengenakan aiguillette, yaitu suwiran kain berwarna emas atau warna lain yang dipasang pada pundak seragam mereka. Penempatan aiguillette, apakah di pundak kiri atau kanan, ditentukan oleh protokol yang berlaku di masing-masing negara.
Sementara itu, dalam konteks Indonesia, istilah “ajudan” memiliki peran yang serupa namun dengan konteks yang berbeda. Ajudan di Indonesia lebih sering merujuk kepada pengurus senior dalam suatu unit militer yang bertanggung jawab atas administrasi dan operasional sehari-hari. Berbeda dengan aide-de-camp yang lebih fokus pada pendampingan personal dan fungsi seremonial, ajudan lebih berorientasi pada manajemen dan pengelolaan unit militer.
Refleksi untuk Masa Depan
Sebagai masyarakat, kita harus terus mengingat pentingnya menjaga netralitas TNI, terutama dalam peran-peran yang berpotensi mencampuri dinamika politik. Ajudan, seperti yang dilakukan Teddy Indra Wijaya selama ini, memiliki posisi yang sangat strategis dalam mendampingi pemimpin negara, dan peran mereka sangat krusial dalam memastikan jalannya pemerintahan. Namun, dengan karier militernya yang masih aktif dan penempatannya di posisi sipil, kita harus bertanya apakah ini akan mempengaruhi persepsi publik tentang independensi TNI.
Penulis beranggapan bahwa meskipun secara administratif seorang ajudan memiliki tugas yang lebih banyak mengurusi hal-hal teknis, mereka tetap harus menjaga jarak dengan dunia politik agar tidak menodai citra lembaga militer.
Melihat situasi ini, penulis percaya perlunya evaluasi yang lebih mendalam tentang kebijakan yang memungkinkan seorang prajurit aktif menduduki posisi sipil strategis, terutama yang berkaitan dengan pengambilan keputusan di pemerintahan. Peran seorang ajudan seharusnya tetap berjalan dalam batas-batas netralitas yang tidak mengganggu fungsi politik negara.
Kita semua berharap, di masa depan, TNI bisa terus berperan sebagai penjaga stabilitas negara tanpa melibatkan diri dalam pergulatan politik praktis. Ajudan, meski sering kali berada di balik layar, tetap harus menjadi simbol dari komitmen terhadap prinsip-prinsip dasar ini, prinsip netralitas, profesionalisme, dan kesetiaan terhadap tugas negara.
“Di atas segala kedudukan, yang paling penting adalah menjaga kehormatan dan menjaga jalan yang lurus. Jika kita terlalu dekat dengan api, maka kita bisa terbakar, meski niat kita hanya untuk memberi cahaya.” – Aiptu Bahrun Danu. (*)
Tulisan opini yang dipublikasikan di media online ini menjadi tanggung jawab penulis secara pribadi. PIJARNEWS.COM tidak bertanggung jawab atas persoalan hukum yang muncul atas tulisan yang dipublikasikan.