OPINI — Saat ini, seluruh peradaban manusia mengalami perubahan yang begitu cepat. Dunia bagaikan berlari kencang, tanpa mempedulikan hal-hal lainnya.
Anthony Giddens, pemikir asal Inggris, mengatakan, bahwa dunia kita adalah dunia yang tunggang langgang (runaway world). Siapa yang tak siap ikut berlari, pasti akan tertinggal. Demi menjaga keseimbangan hidup, kita mesti terus bergerak.
Jurnalis peraih penghargaan Pulitzer tiga kali, Thomas Loren Friedman, menggambarkan beragam gejala dunia yang berlari tersebut. Merujuk pada hukum Moore, Friedman menjelaskan perubahan yang berlangsung cepat ini sebagai perubahan eksponensial.
Teknologi berkembang tidak dengan jalan linear biasa, melainkan dengan jalan berlipat. Microchip terus mengalami pengembangan yang mensimplifikasi kehidupan manusia. Perubahan teknologi ini juga secara langsung mengubah cara manusia hidup. Pandangan dunia dan nilai-nilai hidup di banyak tempat mengalami perubahan besar. Cara manusia saling berhubungan satu sama lain pun berubah.
Lantas, bagaimana kita bisa hidup dengan baik di tengah perubahan yang terjadi begitu cepat ini? Friedman, setidaknya, menawarkan tiga hal untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Pertama, kita harus melakukan refleksi mendalam dengan mengambil waktu jeda di dalam hidup kita. Waktu jeda ini diperlukan, supaya kita bisa belajar memahahami sekaligus membuka kesempatan di tengah kerumitan dunia yang kian modern ini.
Kedua, kita bisa mengikuti gerak dunia yang terus berubah ini, jika kita mampu menciptakan sesuatu yang baru dan berdaya guna untuk masyarakat kita. Untuk itu, kita perlu berpikir di luar kebiasaan dengan mendekonstruksi cara pandang lama yang masih bergelayut dalam banyak aspek kehidupan manusia. Inilah yang disebut Friedman sebagai berpikir inklusif radikal, yakni memikirkan hal-hal yang tak pernah terpikirkan sebelumnya secara mendasar. Ini bukan lagi “berpikir di luar kotak”, melainkan “berpikir tanpa kotak”.
Ketiga, walaupun telah melakukan refleksi mendalam, dan mengambil langkah-langkah baru yang kreatif, kita perlu tetap kembali ke akar. Hidup yang berakar adalah hidup dengan pemahaman yang mendalam tentang keadaan dunia yang sesungguhnya. Ini hanya dapat dilakukan, jika orang mampu memiliki sikap keterbukaan terhadap segala kemungkinan yang ada. Friedman menyebut keterbukaan itu terdiri dari tiga hal mendasar, yakni kemampuan untuk melihat dan mendengar dengan jeli, kemampuan untuk membaca peluang serta kemampuan untuk menghubungkan apa yang sebelumnya tampak tak berhubung. Tiga hal tersebut yang akan membuat orang bisa bertahan dan terus berjalan mengikuti dinamika perkembangan zaman.
Orang harus belajar untuk menjadi pribadi yang mencintai perubahan, sekaligus mampu menjaga stabilitas. Inilah yang disebut Friedman sebagai stabilitas yang dinamis, seperti naik sepeda. Ketika naik sepeda, orang mesti terus bergerak, sambil tetap menjaga keseimbangan, sehingga ia tidak jatuh di tengah jalan. (*)