PAREPARE, PIJARNEWS.COM — Di Sulawesi Selatan (Sulsel), selain dua ormas Islam, Nahdhotul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, terdapat pula ormas lainnya yakni Daru Dakwah wal Irsyad (DDI). DDI mulanya berbentuk pesantren, didirikan oleh AGH Abdurahman Ambo Dalle di Mangkoso Barru tahun 1930, kemudian berubah menjadi ormas yang membawahi ratusan cabang, ribuan madrasah, ratusan pesantren dan sejumlah Perguruan Tinggi Islam tersebar di wilayah Timur Indonesia.
Pada umumnya warga DDI menganut paham Ahlusunnah Waljamaah (Aswaja) yang dikembangkan oleh NU, sehingga secara otomatis warga DDI adalah juga warga NU, bahkan struktur kepengurusan DDI pada umumnya adalah ulama, tokoh dan petinggi NU di Sulsel. Namun dalam aktifitas sosial keagamaan, mereka lebih eksis sebagai warga DDI, hal ini tampak pada madrasah, pesantren, dan perguruan tinggi Islam yang pada umumnya berafiliasi ke ormas DDI.
Dibawah kepemimpinan AGH. Ambo Dalle, DDI telah melahirkan sejumlah ulama besar, yang berkiprah di tingkat nasional dan daerah. Seperti antara lain Prof.K.H. Ali Yafi (Mantan Ketua Umum MUI Pusat, dan mantan Rais Am Syuriah PBNU), DR. (Hc) AGH Sanusi Batjo (Rais Syuriah PB NU, Ketua Umum MUI Sul-Sel 1995–sekarang), adalah alumni Pesantren DDI. Bahkan dapat dikatakan sebahagian besar ulama dan cendekiawan Islam, bahkan pejuang kemerdekaan RI di Sul-Sel adalah alumni madrasah DDI di kampungnya.
Dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, AGH. Ambo Dalle telah menanamkan spirit kemerdekaan di kalangan santrinya. Tak sedikit ustadz dan pembina DDI gugur dalam perang melawan tentara Jepang dan Sekutu.
Lahirnya TRIPS (Tentara Republik Indonesia Persiapan Sulawesi) pimpinan Andi Mattalatta yang kemudian bergabung dengan Laskar di Jawa, adalah berkat dukungan moril dari ulama kharismatik AGH. Ambo Dalle. Bahkan terlaksananya konferensi kelaskaran di Paccekke Barru, 20 Januari 1947, atas mandat Panglima Soedirman adalah tak lepas dari dukungan moril ulama tersebut. Konferensi tersebut melahirkan Divisi TRI (Tentara Republik Indonesia) Sulawesi Selatan-Tenggara (Sulselra) sebagai embrio Kodam XIV Hasanuddin.
“Mengingat pengaruh besar AGH. Ambo Dalle bagi umat Islam Sulsel, maka tidak heran jika kekuatan-kekuatan sosial politik sejak zaman Orde Baru selalu berusaha memberi penghormatan kepada beliau, pengikut dan pengagumnya. Untuk kepentingan lebih besar di saat sekarang, patutlah beliau diberi gelar Pahlawan Nasional, tidak sekedar menghormati jasa beliau dalam dunia pencerdasan bangsa, tetapi juga dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia,” jelas Prof. Hamka Haq, inisiator Seminar Nasional Penganugrahan Pahlawan Nasional Anregurutta’ KH. Abdurrahman Ambo Dalle.
Seminar Nasional tersebut sendiri dijadwalkab berlangsung pada Ahad, 28 Oktober 2018 di Parepare. (rls)
Editor: Ibrah La Iman