Muh Nasir Dollo
(Akademisi, Pemerhati Masalah Hukum dan Sosial)
Tidak mungkin dinafikkan bahwa Parepare telah mengalami perubahan, tetapi secara hukum alam pergerakan pembangunan masih sebatas kewajaran. Sebab itu sebagai suatu keharusan yang mutlak terjadi.
Pembangunan WC di bawah tanah, Patung Cinta Ainun Habibie, Tonrangeng River Side, Pembangunan Rumah Sakit tipe B Plus, Pelebaran Jalan Sudirman, Lampu Hias di pohon kayu dan lain lain. Pembangunan tersebut belum pantas dijadikan indikator bahwa gebrakan pembangunan Walikota adalah istimewa.
Siapapun yg menjadi Walikota di Parepare pasti akan melakukan hal yang sama, karena itu memang menjadi bagian dari tugas dan tanggungjawabnya. Bahkan pembangunan seperti itu belum patut dijadikan barometer kesuksesan walikota dalam memimpin, karena wujud pembangunan tersebut hanyalah sebahagian kecil dari tugas dan tanggungjawab walikota dari yang seharusnya.
Menurut Walikota teori yg digunakan adalah teori “TAPAK KAKI”, tapi menurut penilaian saya, gebrakan pembangunan di Parepare masih terjadi teori “BELAH BAMBU”. Disisi lain diangkat kepermukaan, tapi dilain pihak, masalah kesehatan, keselamatan, kesejahteraan dan keadilan masyarakat terkesan dikesampingkan.
Buktinya, kelangkaan obat di rumah sakit menjadi problem tak berkesudahan, belum dihitung sejumlah permasalah subtansial seperti insiden bayi meninggal dan sejumlah masalah pelayanan. Tiang listrik masih terpasang dibadan jalan jenderal Sudirman, mengancam keselamatan dan nyawa masyarakat.
Lampu hias dipohon kayu bisa merusak kehidupan pohon. Sedangkan di daerah lain pemerintahnya berupaya mewujudkan kota hijau yg berseri. Aliran listrik dari lampu hias dipohon kayu tersebut juga tidak menutup kemungkinan dapat mengancam dan membahayakan keselamatan masyarakat. (bag. 1-selesai)