PAREPARE, PIJARNEWS.COM — Kejaksaan Negeri (Kejari) Parepare, akhirnya mengeksekusi mantan Kepala Dinas (Kadis) Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) Kota Parepare, Amran Ambar, Rabu (27/2/2019).
Amran Ambar yang kini menjabat sebagai Kadis Kependudukan dan catatan sipil Kota Parepare ini menyerahkan diri ke Kejari, setelah sekian lama menjadi sorotan di tengah masyarakat Kota Parepare, serta desakan dari sejumlah elemen yang meminta agar pihak Kejari Parepare, segera menahan Amran Ambar pasca penerbitan salinan amar putusan Mahkama Agung (MA).
Sebelumnya MA telah memutuskan perkara yang menjerat Amran Ambar dengan putusan pidana 1 tahun 6 bulan sesuai Pasal 226 juncto 257 KUHAP, dan denda Rp50 juta, dengan nomor perkara: 1671 K/Pid. Sus/2018, atas kasus pengadaan gerobak jilid II.
Dalam perjalanan kasus yang bermula di tahun 2015 ini, penyidik Polres Parepare, menemukan adanya kerugian negara sebanyak Rp425 juta berdasarkan hasil Audit Badan Pemeriksa Keuangan Provinsi (BPKP) Sulawesi Selatan (Sulsel). Kerugian negara itu berasal dari pengadaan gerobak fiktif sebanyak 50 unit dengan anggaran Rp375 juta dan ditemukan adanya penyimpangan dalam dana bantuan modal koperasi sebanyak Rp50 juta.
Namun pada sidang di tingkat Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kota Makassar, Ketua Majelis Hakim, Rianto Adam Pontoh menyatakan Amran Ambar divonis bebas, dan dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan primer dan subsider.
Meski dinyatakan bebas, terdapat dissenting opinion atau perbedaan pendapat dari Majelis Hakim. Ketua Majelis Hakim, Rianto Adam Pontoh menilai, perbuatan terdakwa bukan bentuk menyalahgunakan wewenang. Lantaran terdakwa dianggap tidak tahu penggunaan dana tersebut. Dana yang digunakan dalam kasus yang menjeratnya ditransfer langsung Kementerian Koperasi kepada koperasi yang telah memenuhi syarat berdasarkan rekomendasi terdakwa selaku Kadis.
“Mengadili, menyatakan terdakwa Amran Ambar tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan primer dan subsider. Membebaskan terdakwa dari segala dakwaan tersebut,” kata Rianto Adam Pontoh.
Atas putusan bebas itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Parepare, mengajukan kasasi ke tingkat MA, dan MA mengabulkan Kasasi JPU Kejari Parepare, terkait kasus gerobak jilid II yang melibatkan terdakwa Amran Ambar.
Putusan itu tertuang dengan no register 1671 K/Pid.Sus-TPK/2017/PN.Mks, dengan klasifikasi korupsi. Status Putus, tanggal 19 November 2018, amar putusan dikabulkan, seperti dikutip di website resmi MA.
Pasca adanya amar putusan MA itu, tidak serta merta Amran Ambar langsung dieksekusi oleh pihak Kejari Parepare, dengan alasan pihaknya belum menerima petikan putusan MA, dan hal itu menjadi polemik, sehingga menimbulkan gelombang unjuk rasa dari warga yang dimotori oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Fokus, agar Amran Ambar segera dieksekusi.
Sejatinya, Kejari Parepare telah menjadwalkan pada hari Rabu (6/2/2019) terpidana korupsi Amran Ambar dimasukkan ke dalam sel tahanan. Ini dilakukan atas putusan MA yang baru diterima oleh Kejari Parepare. Pihak Kejari Parepare sebenarnya telah memanggil terpidana, namun mangkir dari panggilan tersebut.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Parepare, Andi Darmawangsa saat dikonfirmasi membenarkan jika telah dilakukan pemanggilan, namun yang bersangkutan tidak mentaati pemanggilan tersebut alias mangkir, dan akhirnya diterbitkan surat pemanggilan yang kedua, dan jika tetap mangkir, Amran Ambar akan dijemput paksa.
Desakan agar Amran Ambar segera dieksekusi ini pun terus bergulir, Senin (25/2/2019), aktivis LSM Fokus kembali mendatangi Kejari Parepare atas tuntutan yang sama, dan akhirnya, Rabu (27/2/2019) terpidana korupsi gerobak jilid II, Amran Ambar yang kini menjabat sebagai Kadis Kependudukan dan catatan sipil Kota Parepare ini menyerahkan diri ke Kejari, setelah sekian lama menjadi sorotan di tengah masyarakat Kota Parepare, serta desakan dari sejumlah elemen yang meminta agar pihak Kejari Parepare, segera menahan Amran Ambar pasca penerbitan amar putusan dari MA.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Parepare, Andi Darmawangsa, yang dikonfirmasi, membenarkan jika yang bersangkutan telah menyerahkan diri ke Kejari parepare.
“Alhamadulillah, hari ini terpidana Amran Ambar, sudah menyerahkan diri atas kesadaran sendiri dan telah kami eksekusi, selanjutnya kami bawa ke Makassar. Sebenarnya semalam yang bersangkutan mau menyerahkan diri, namun mengingat larut malam dan kemungkinan rutan di Makassar juga sudah tutup, sehingga kami baru dapat eksekusi pada pagi hari ini (jam 07.30), terima kasih atas dukungannya semua,” urai Kajari saat dihubungi.
Pada forum Korps Alumni HMI (Kahmi) Parepare, Amran sempat ‘curhat’ mengenai kasus yang menjeratnya. Ambar menyebut pihak koperasi, PPK di Provinsi hingga di Kementerian lebih banyak terlibat dalam proyek yang diduga merugikan negara Rp425 juta itu.
Amran menyebut proyek bansos gerobak tidak melalui Disperindagkop Parepare. Melainkan langsung dari pusat ke Koperasi Cempaka Raya.
“Tidak ada yang melalui Disperindagkop kecuali selembar dukungan rekomendasi ke kantor Koperasi dan UKM wilayah Makassar. Kementerian berurusan langsung dengan koperasi itu,” bebernya saat itu.
Sehingga menurutnya, jika ada kerugian negara yang terjadi pada kasus itu seharusnya yang diselidiki adalah pengawas koperasi, dan yang turut bertanggungjawab adalah PPK-nya di pusat.
Proyek itu adalah bantuan sosial (bansos) Kemenkop-UKM yang terdiri dari dua item pekerjaan, yakni pengadaan 50 unit gerobak dan shelter tahun anggaran 2013-2014.
Tiga orang tersangka telah ditetapkan dalam kasus ini, yakni mantan Kadisperindagkop dan Amran Ambar yang kini menjabat Kadisdukcapil Parepare, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek pengadaan gerobak Suaib dan Bendahara KSI Cempaka Raya, Gazali yang bertindak sebagai penerima bantuan.
Amran Ambar kali kedua terbelit dalam kasus korupsi pengadaan gerobak dengan anggaran berbeda. Hanya saja pada kasus gerobak jilid I, Kejari Parepare, tetapkan Amran Ambar tersangka pasca dilakukan pulbaket dari instansi adyaksa tersebut. Namun pasca pergantian pejabat di kejaksaan, kasusnya dihentikan dengan alasan tidak ada kerugian negara.
Editor: Abdillah.Ms