JAKARTA, PIJARNEWS.COM— Pemerintah memperlonggar batas usia pelamar dari semula maksimal 35 tahun menjadi maksimal 40 tahun untuk enam jabatan dalam penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Aturan yang termuat dalam Keputusan Presiden (Keppres) nomor 17 tahun 2019 itu juga mengatur syarat kualifikasi CPNS untuk dosen, peneliti dan perekayasa harus strata 3 (doktor).
Pemerintah menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) nomor 17 tahun 2019 tentang Jabatan Dokter, Dokter Gigi, Dokter Pendidik Klinis, Dosen, Peneliti, dan Perekayasa sebagai jabatan tertentu dengan batas usia pelamar paling tinggi 40 tahun. Dalam aturan tersebut, ada dua poin penting yang diatur untuk jabatan dosen, peneliti dan perekayasa.
Dua poin penting yang diatur tersebut adalah perpanjangan batas usia pelamar Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) untuk enam jabatan tersebut dari sebelumnya 35 tahun menjadi 40 tahun. Selain itu, Keppres ini juga mewajibkan kualifikasi pendidikan untuk jabatan dosen, peneliti, dan perekayasa dari sebelumnya Strata 2 (Magister) menjadi Strata 3 (Doktor).
“CPNS dosen, peneliti, dan perekayasa harus S3, boleh berusia 40 tahun saat melamar,” kata Kepala Biro Humas, Badan Kepegawaian Negara (BKN), Mohammad Ridwan seperti dikutip dari Medcom.id, Sabtu, 7 September 2019.
Ridwan mengatakan, perpanjangan usia pelamar CPNS untuk jabatan dokter, dokter gigi, dokter pendidik klinis akan menambah peluang masuknya dokter spesialis dalam jajaran CPNS. Sebab berdasarkan pengalaman dua tahun belakangan ini, pelamar formasi dokter spesialis sangat sedikit karena mereka terbentur batas usia 35 tahun.
“Sementara rata-rata usia dokter ketika menjadi dokter spesialis itu rata-rata sudah 37-40 tahun. Ini merupakan respons atas keluhan banyak instansi dan masyarakat,” terang Ridwan.
Sementara untuk jabatan dosen, peneliti dan perekayasa, akan berdampak positif bagi Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Harapannya dengan penetapan kualifikasi S3 untuk menjadi CPNS dosen ini nantinya dosen yang lolos menjadi PNS sudah “selesai” dengan urusan akademiknya.
“Sebab selama ini, ketika disyaratkan kualifikasi S2, saat menjadi dosen PNS itu di tahun-tahun awal mereka sibuk kuliah S3. Akibatnya kuliah S3 ini lebih prioritas ketimbang tugas pokoknya sebagai dosen. Nah, kalau sejak masuk sudah S3 nantinya dosen akan siap pakai,” tegas Ridwan.
Dosen yang berkualifikasi S3, kata Ridwan, nantinya tidak hanya siap mengajar, namun juga siap untuk melakukan penelitian-penelitian mandiri.
Menurut Ridwan, Keppres ini merupakan amanat dari Peraturan Pemerintah (PP) nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang harus diterbitkan sebelum penerimaan CPNS dibuka.
“Soalnya paling cepat akhir tahun ini kemungkinan akan ada penerimaan CPNS, jadi Keppres ini dikeluarkan sebelum CPNS dibuka, agar tidak mendadak. Aturan di dalam Keppres ini langsung berlaku saat penerimaan CPNS yang akan datang ini,” tandas Ridwan.
Berdasarkan salinan Keppres yang diterima Medcom.id tertulis bahwa Keppres ini diterbitkan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, meningkatkan kualitas pendidikan tinggi, meningkatkan kualitas hasil penelitian, dan perekayasaan teknologi. Sehingga perlu menetapkan jabatan dokter, dokter gigi dengan kualifikasi pendidikan dokter spesialis/dokter gigi spesialis, dokter pendidik klinis, dosen, peneliti, dan perekayasa sebagai jabatan tertentu dengan batas usia pelamar untuk mendaftar sebagai CPNS paling tinggi 40 tahun.
Keppres ini juga untuk melaksanakan ketentuan Pasal 23 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Yakni perlu menetapkan Keputusan Presiden tentang jabatan-jabatan tersebut di atas sebagai jabatan tertentu dengan usia pelamar paling tinggi 40 tahun.
Dalam penetapan poin ketiga tertulis khusus untuk jabatan Dosen, Peneliti, dan Perekayasa dengan kualifikasi pendidikan Strata 3 (Doktor). Usia pelamar Calon Pegawai Negeri Sipil dihitung saat melamar sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil. Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, yakni 3 Juli 2019 dan ditandatangani oleh Pesiden Indonesia, Joko Widodo. (*)
Sumber: Medcom.id
Editor: Dian Muhtadiah Hamna