Oleh : Aridha Nur Salim. S.E.I
(Revowriter Makassar dan Pembina Kajian Muslimah)
Nabi Muhammad SAW diutus sebagai Rasul untuk menyampaikan Islam ke tengah umat manusia. Apa yang beliau bawa adalah pedoman hidup yang sempurna. Beliau adalah manusia mulia. Dipilih langsung oleh Allah SWT untuk menyebarkan risalah.
Saat beliau berdakwah di tengah masyarakat jahiliah, tentu banyak yang menentang. Tapi kebenaran hakiki terus saja ditampakkan. Akhirnya satu demi satu orang terdekat beliau melafadzkan dua kalimat syahadat.
Keislaman telah membawa kehidupan mereka lebih baik. Keimanan mereka telah memusnahkan pemikiran-pemikiran jahiliah yang tidak memuaskan akal dan tidak menentramkan hati. Karena Islam sesuai dengan fitrah penciptaan.
Ketika syariat diserukan, tidak ada kata nanti atau tunggu dulu. Tidak pula mereka memberi alasan demi alasan. Yang ada sami’na wa atha’na (kami dengar dan kami taat).
Al Bukhari telah meriwayatkan dari Anas bin Malik ra, beliau berkata : Suatu hari aku memberi minum kepada Abu Thalhah Al Anshari, Abu Ubaidah bin Jarrah, dan Ubay bin Ka’ab dari Fadhij, yaitu perasan kurma. Kemudian ada seorang yang datang, ia berkata, “Sesungguhnya khamr telah diharamkan, “Maka Abu Thalhah berkata, “Wahai Anas, berdirilah dan pecahkan kendi itu!”. Anas berkata, ” Maka akupun berdiri mengambil tempat penimbunan biji-bijian milik kami, lalu memukul kendi itu pada bagian bawahnya, hingga pecahlah kendi itu.”
Mencermati wacana yang sedang berkembang di tengah masyarakat, terkait jilbab dan menutup aurat. Maka, tentu menjadi keharusan bagi Muslim dan Muslimah menyikapi dengan pemahaman yang benar.
Salah satu riwayat menyebutkan dari Aisyah Ra, berkata : “Semoga Allah SWT merahmati wanita yang hijrah pertama kali, ketika Allah SWT menurunkan firmanNya, “Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya”( An Nur ayat 31). Maka kaum wanita itu merobek kain sarung mereka untuk dijadikan kerudung dan menutup kepala mereka dengannya”.(HR. Al Bukhari).
Bisa kita lihat dalam hadits tersebut bagaimana kekuatan iman yang merasuk dalam pemikiran muslimah kala itu. Ketundukan sepenuhnya pada syariat karena kekuatan iman. Pemaknaan kerudung pun bukan sekedar penutup kepala tapi ada syarat yang dikemukakan dalam ayat di atas, yaitu menutupi dada.
Dalam ayat lain disebutkan , “Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Al Ahzab, ayat 59)
Ayat ini juga menjadi penguat bagaimana muslimah diperintahkan untuk menutup aurat mereka. Bukan spesifik pada para Istri Nabi.
Menutup aurat adalah kewajiban. Dan tentu ketika jatuh pada kewajiban ada konsekuensi dosa saat tidak menjalankan. Ini bukan justifikasi manusia. Tapi sudah menjadi hak Allah SWT sebagai Pencipta Manusia. Allah-lah yang lebih tahu tentang seluk beluk kehidupan. Dan ketika Allah SWT menurunkan aturannya, dicari atau tidak maka kemaslahatan pasti ada.
Lantas menjadi pertanyaan selanjutnya adalah mengapa banyak fakta muslimah yang menutup aurat sempurna justru bermaksiat? Jawabannya adalah bukan aturannya yang salah, tapi manusia yang menjalankan aturan tersebut berpotensi untuk bermaksiat. Sehingga ada beberpa faktor penyebabnya.
Pertama, kurang memahami konsekuensi diri sebagai muslimah yang wajib taat sepenuhnya pada aturan Allah SWT bukan saja dalam hal berpakaian. Kedua, sengaja menggunakan simbol-simbol Islam saat bermaksiat untuk memberi stigma negatif pada Islam itu sendiri. Ketiga, terjebak dengan kondisi kehidupan yang semakin sulit. Sehingga pakaian yang digunakan tidak dirasa sebagai pengontrol atas maksiat tersebut.
Hal yang tidak kalah penting adalah penjagaan agar para muslimah tetap taat dalam menutup aurat mereka. Di sini dibutuhkan ketajwaan individu. Kedua ada masyarakat yang mengontrol ketika ada muslimah yang sudah baligh tidak menutup aurat. Mengapa karena dalam Islam semua muslim bersaudara jadi amar ma’ruf nahi munkar harus terus berjalan. Ketiga, negara juga berperan untuk memberlakukan aturan yang ramah terhadap para muslimah berjilbab. Sampai pada level pemberian sanksi bagi siapapun yang melecehkan muslimah berjilbab.
Menjadi penutup dari tulisan ini bahwa bagi seorang muslim keteladanan sempurna adalah keteladan pada Rasulullah SAW dan para sahabat beliau. Dari sanalah kita melihat penerapan Islam yang sempurna. Dari sanalah kita belajar bentuk ketaatan yang hakiki. Sebagai bekal menuju kehidupan yang abadi.
Wallahu a’lam. (*)
Tulisan opini yang dipublikasikan di media online ini menjadi tanggung jawab penulis secara pribadi. PIJARNEWS.COM tidak bertanggung jawab atas persoalan hukum yang muncul atas tulisan yang dipublikasikan.