OPINI — Di tengah pandemi Covid-19 yang masih melanda negeri ini, alih-alih berfokus pada pengambilan keputusan lockdown dan penjaminan kesehatan masyarakat, pemerintah justru menyuarakan rencana program Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera.
Tapera merupakan program yang diusung oleh pemerintah sejak tahun 2016. Program ini bertujuan menghimpun dana dari masyarakat baik itu pekerja swasta, TNI, Polri, PNS, BUMN maupun pekerja mandiri untuk membiayai pengadaan perumahan.
Keseriusan pemerintah untuk menjalankan program ini ditandai dengan penandatanganan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera. PP tersebut merupakan penajaman dari Undang-undang tahun 2016 mengena Tabungan Perumahan Rakyat, dimana di dalamnya mencakup berbagai poin termasuk aturan pembayaran iuran peserta Tapera. PP Nomor 25 tahun 2020 mencantumkan besar iuran Tapera yaitu 3 persen dari gaji atau upah. Persentase tersebut dibebankan kepada dua pihak, yaitu pekerja sebesar 2,5 persen dan pemberi kerja sebesar 0,5 persen. Selain itu Tapera mengatur iuran mandiri yang besarnya ditetapkan dari penghasilan rata-rata setiap bulannya dalam satu tahun. (kompas.com 7/06/2020)
Dengan ini, Iuran Tapera menambah daftar iuran yang harus dibayarkan oleh perusahaan dan pekerja. Sebelumnya, dua BPJS yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan juga telah dibebankan pada pekerja dan perusahaan.