PANGKEP, PIJARNEWS.COM–BUKAN barang mudah mencapai target sasaran vaksin di pulau-pulau terluar di Kabupaten Pangkajene Kepulauan (Pangkep) Sulawesi Selatan. Para tim vaksinator Dinas Kesehatan Kabupaten Pangkep ini kerap “bertaruh nyawa” di atas kapal kayu yang ditumpanginya, saat kapal terombang-ambing di lautan akibat ombak yang kencang.
Medio Desember 2021 lalu, cuaca mendung kala itu. Namun, semangat tim vaksinator Puskesmas Liukang Kalmas menyisir pulau-pulau terluar demi tugas vaksinasi, senada gemuruh ombak menderu. Di atas kapal kayu, mereka duduk merapat. Berbekal ransel dan jaket kain yang menempel di tubuh, kesebelas anggota tim vaksinasi ini menerabas angin kencang. Satu di antara petugas tenaga kesehatan (nakes) itu, terlihat balita yang dipangku ibunya. Usianya sekitar 2 tahun.
Tak ada rompi pelampung sebagai pakaian pengamanan pertama yang dikenakan oleh seluruh penumpang. Padahal, perjalanan laut ini bukan perjalanan yang singkat. Beberapa pulau harus disinggahi demi mencapai target vaksin sesuai wilayah tugas mereka pada 9 pulau, 1 kelurahan dan 4 desa. Siang itu, rombongan ini hendak menuju Pulau Dewakkang Lompo dengan waktu tempuh sekira 10 jam dari dermaga di Kabupaten Pangkep.
Kendati demikian, wajah-wajah nakes yang berbalut masker ini menyimpan rasa gamang tak terkira. Kadang kapal berbenturan dengan karang, sehingga sesaat tak mampu melaju membuat adrenalin para nakes ini kian memuncak. Toh apa daya, tugas kemanusiaan harus tetap ditunaikan.
“Ketika ada angin kencang kami tidak bisa berbuat apa-apa. Takut? Pasti. Hanya berzikir dan istighfar yang bisa kami lakukan. Pernah kapal mati mesin karena ombak besar padahal itu hari tidak hujan. Pikiran kami, ini sudah hampir ajal. Dalam kapal, kami terlempar-lempar. Lalu kami lihat ABK (anak buah kapal, red). Kalau ABK-nya panik, kami ikut panik,” kisah St Kurnia, Kepala Puskesmas Liukang Kalmas, Kecamatan Liukang Kalmas, Kabupaten Pangkep kepada Pijarnews.com.
Perempuan 55 tahun ini menjadi kepala salah satu tim vaksinasi. Dia menyeberang pulau bersama 9 nakes dan seorang dokter untuk memvaksinasi warga-warga pulau. Kurnia melanjutkan, jika kondisi menegangkan itu muncul, seluruh anggota tim vaksinasi menangis dan berpelukan. Mereka sering bingung, hendak meminta tolong kepada siapa. Jaringan telepon selular di wilayah kepulauan itu amatlah sulit. Sinyal hilang.
“Sisa pasrah. Saya berprinsip, di manapun ajal bisa menjemput. Di darat maupun di laut,” katanya menerawang.
Diakui Kurnia, upaya vaksinasi warga pulau itu bukanlah tanpa aral mengadang. Selain susahnya membujuk warga pulau untuk divaksin, petugas ini sendiri terkendala dengan biaya operasional menuju lokasi vaksin.
“Tahun 2021 ini kami tidak memiliki anggaran untuk sewa kapal padahal target vaksin harus dikejar. Jadi, upaya yang bisa kami lakukan adalah berkoordinasi dengan kepala desa untuk diajak kerja sama. Misalnya di tiga desa yaaitu Marasende, Kanyorannya dan desa Dewakkang. Kami minta mereka mengantar jemput. Alhamdulillah, sebagian ada yang setuju,” tambahnya.
Target vaksinasi yang harus mereka capai hingga akhir Desember 2021 lalu yaitu 9.000 jiwa yang berada di pulau-pulau di Kabupaten Pangkep. Disebutkan Kurnia, target vaksin di Pulau Dewakkang Lompo itu tercapai 81 % setelah rombongan tim vaksinasi ini bolak-balik sebanyak 6 kali. Proses bolak-balik ini juga memakan waktu lama, bisa hanya 2 kali sebulan lantaran lalu lintas kapal yang terbatas.
“Itu yang bikin lelah. Tantangan lainnya, setiba di lokasi kami hanya tinggal di pustu (puskesmas pembantu, red) seluas 6×12 meter persegi. Tidur hanya beralaskan tikar. Itu bisa sampai dua minggu sampai kapal datang lagi,” papar Kurnia seraya menyebut, tidak ada tunjangan khusus dari pemerintah daerah bagi tim vaksinasi yang telah berjuang mencapai pulau-pulau terluar ini.
Muhammad Akbar, tim vaksinator lainnya mengatakan usaha menuju lokasi demi capaian vaksinasi Covid-19 itu bukan hal mudah. Dia hanya berharap, pemerintah daerah memperhatikan kesejahteraan bagi para petugas tim vaksinasi tersebut. “Saya hanya berharap, tahun ini bisa diangkat menjadi THL bergaji. Syukur-syukur bisa diangkat jadi PNS juga,” ucapnya. Status Muhammad Akbar sampai saat ini memang hanya sebagai Tenaga Harian Lepas (THL) non bergaji di Dinas Kesehatan Kabupaten Pangkep.
Kabupaten Pangkep memiliki luas wilayah 12.362,73 kilometer persegi dengan luas wilayah daratan 898,29 kilometer persegi dan wilayah laut seluas 11.464,44 kilometer persegi. Pangkep terdiri dari 13 kecamatan, dan 4 kecamatan terdiri dari pulau-pulau. Dari bentangan 4 kecamatan kepulauan itu, terdapat 115 pulau. 73 pulau berpenghuni, dan 42 pulau tidak berpenghuni.
Pentingnya K3 dalam Perjalanan Laut
Sebelum melakukan perjalanan laut, Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) bagi tiap orang merupakan aspek yang harus dipenuhi. Sayangnya, masih banyak yang belum paham mengenai pemenuhan aspek K3 tersebut. Padahal, K3 ini penting sebagai upaya untuk mengurangi probabilitas kecelakaan kerja maupun penyakit yang ditimbulkan akibat kelalaian dalam produktivitas kerja.
Pakar K3 Universitas Hasanuddin, dr. M.Furqaan Naiem, M.Sc, Ph.D mengatakan terkait K3, beberapa item penting yang harus diketahui pengguna kapal sebelum melakukan penyeberangan laut. Misalnya beban muat kapal tidak boleh melebihi aturan yang dipersyaratkan, kecukupan bahan bakar baik pulang maupun pergi hingga tersedianya stok bahan bakar jika kondisi darurat, dan ketersediaan pelampung yang idealnya melebihi jumlah penumpang.
“Kalau jumlah pelampung lebih sedikit dari jumlah orang di dalam kapal itu berbahaya. Jadi lebih baik siapkan lebih. Lalu posisi penumpang dalam kapal harus diatur. Jangan sampai kapal berat di kanan atau di kiri. Jadi harus seimbang. Jangan juga ada yang duduk dekat mesin kapal sambil merokok,” jelas alumni doktor Jurusan Kesehatan Masyarakat Curtin University of Technology, Perth, Australia.
Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Unhas ini melanjutkan, bahkan jika ada penumpang yang harus duduk dekat mesin kapal, maka dia harus menggunakan alat pelindung telinga apalagi kalau penyeberangan memakan waktu lebih dari 15 jam. “Penting sekali oleh Dinas Kesehatan setempat memberikan pelatihan K3 ini kepada para petugas vaksinator sebelum diterjunkan ke lapangan. Karena petugas kesehatan ini tetap harus waspada terhadap risiko-risiko perjalanan laut. Jangan diabaikan,” tandas pria kelahiran Padang Panjang, 4 April 1958.
Furqaan yang berkuliah magister di Jurusan K3 Curtin University of Technology Perth Australia ini menilai, masih ada sejumlah Dinas Kesehatan di daerah yang tidak memaksimalkan program pelatihan K3. Padahal selayaknya, dalam dinas kesehatan tersebut dibentuk unit yang khusus menangani K3. “Kalau kita berbicara mengenai risiko perjalanan laut, kaitannya ini dengan dua dinas. Dinas Kesehatan dan Dinas Perhubungan. Urusan K3 belum diterapkan secara tegas. Dinas perhubungan perlu juga selalu intens memeriksa kelaikan kapal-kapal ini beroperasi,” ingatnya.
Furqaan menilai, dua instansi ini belum memasukkan Rencana Anggaran Tahunan (RAT) terkait operasionalisasi K3 bagi pengguna kendaraan laut. Sehingga pelatihan yang pernah berjalan tidak terlalu maksimal. “Banyak sekali masalah terkait K3 di lautan. Belum lagi perlunya dihadirkan ambulans laut untuk mengangkut warga pulau jika kondisi emergency. Di negara maju bahkan sudah disiapkan ambulans helikopter,” papar suami dr. Mutmainnah itu.
Diakui Furqaan, risiko perjalanan laut memang cukup besar apalagi untuk menjangkau pulau-pulau terluar di mana jaringan komunikasinya juga kerap menemukan kendala. “Ini juga memprihatinkan. Alat komunikasi tidak berfungsi karena tidak ada tower di pulau-pulau terluar. Toh pun kalau ada ambulans laut, lagi-lagi persoalan telekomunikasi bagaimana memanggil ambulans laut ini. Inilah persoalan pelik, sistem kesehatan kita di atas kertas. Mungkin ada tetapi tidak sinkron dengan kondisi di lapangan,” katanya.
Dihubungi terpisah, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pangkep, Herlina menyatakan, para tim vaksinator ini sebelum diterjunkan ke lapangan sesungguhnya telah dibekali pelatihan K3.
“Sebenarnya kita pernah memberikan pelatihan K3 bagi mereka yang digelar langsung oleh Dinas Kesehatan provinsi. Jadi tim vaksinator ini orang-orang terlatih,” jelasnya.
Soal beratnya medan, bagi Herlina itu sudah risiko pekerjaan. Sebab, mereka harus mencapai target vaksinasi di manapun lokasinya. “Itu sudah tugas mereka. Risikonya berlaku untuk semua tim nakes baik yang bertugas di darat, di gunung bahkan di laut,” katanya. Mengenai tunjangan yang dipertanyakan para tim vaksinasi ini, diakui Herlina Dinas Kesehatan setempat belum bisa memberikan tunjangan tambahan karena status mereka sebagian telah ASN. (*)
Reporter: Dian Muhtadiah Hamna