PAREPARE, PIJARNEWS. COM–Senat Mahasiswa Fakultas (SEMA-F) Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum Islam berkolaborasi dengan (SEMA-F) Fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah (FUAD) menggelar Dialog Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) di Pelataran Gedung FAKSHI IAIN Parepare, Senin (23/5/2022).
Dialog yang mengangkat tema “Merejuvinasi Paradigma Mahasiswa Terhadap Kekerasan Seksual” menghadirkan narasumber dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Parepare Sriyanti Ambar, SKM., M. Kes, hadir pula akademisi Indah Fitri Sukri, S. H., M. H dan Iin Mutmainnah M. HI Dosen IAIN Parepare.
Selain itu dialog juga dihadiri unsur kemahasiswaan dari pengurus SEMA FAKSHI dan FUAD serta mahasiswa lingkup IAIN Parepare.
“UU TPKS ini baru saja disahkan, sehingga perlu adanya sosialisasi dan pencerdasan kepada mahasiswa bagaimana memahami isi dari UU tersebut,” kata Muh. Rasyid Mudir Ketua SEMA FAKSHI.
“Setelah kami melakukan agenda dialog ini, kami berharap pihak kampus menindaklanjuti UU TPKS tersebut dengan membuat suatu wadah bagaimana melakukan pencegahan atau meminimalisir terjadinya kasus kekerasan seksual di lingkungan institut/kampus,” harapnya.
Sriyanti Ambar dalam materinya menyampaikan UU TPKS No. 12 Tahun 2022 di Bab II pasal 4 ayat 1 dan 2 membahas tentang pelecehan seksual nonfisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan seksual, pemaksaan strealisasi, perbudakan seksual, eksploitasi seksual, dan kekerasan seksual pada elektronik.
Apabila korban mengalami kekerasan seksual kata Ambar, maka akan berdampak pada psikisnya, gejala yang ditimbulkan diantaranya stress, depresi, trauma, malu, merasa tidak berguna terhadap dirinya, gejala lain setelah itu korban mengalami kehilangan daya pikir, histeris, diam, gelisah dan panik. Selain itu korban juga akan mengalami gejala jangka panjang seperti konsep diri akan buruk, merasa bersalah, dan gangguan seksual.
“Sehingga adanya UU TPKS ini menjadi pelindung atau payung hukum kepada korban, tentu untuk pengaduan khususnya dilingkungan kampus kita harus memahami alurnya dengan melindungi identitas korban, mengedepankan bahasa yang tidak melecehkan, dan tidak melakukan candaan atau merendahkan korban,”ujar Sriyanti Ambar yang juga Kepala Bidang Kesetaraan Gender DP3A Kota Parepare.
Penulis : Wahyuddin