Foto: Tribun Timur
MAKASSAR,PIJARNEWS COM–Keindahan Wilayah Center Point Indonesia (CPI) Makassar menuai konflik antara Pedagang Kaki Lima (PKL) dengan pihak Pemerintah provinsi Sulawesi Selatan.
Konflik Pedagang Kaki Lima (PKL) dengan Pemprov sejak 2019 hingga 2022 ini tidak kunjung usai, lantaran warga merasa tidak diuntungkan terhadap pemanfaatan tenant yang disediakan pemerintah.
Sejak konflik terjadi dikabarkan bahwa warga sekitar yang merupakan Pedagang Kaki Lima (PKL) dilarang beroperasi dan menjalankan usahanya.
Hal itu sangat disayangkan oleh warga setempat, pasalnya warga yang berkerja sebagai PKL merupakan korban dari dampak reklamasi pembuatan Lego-lego.
Semula warga sekitar menggantungkan hidupnya di laut dengan mencari kerang untuk dijual, namun sejak pelaksanaan mega proyek itu mengharuskan warga sekitar menjadi PKL.
Seperti halnya Ani, salah seorang PKL menyangkan hal tersebut, ia mengaku sebelumnya dia adalah seorang nelayan pencari tude (dalam bahasa Makassar artinya kerang) namun setelah kehadiran tempat itu akhirnya beralih profesi menjadi PKL.
“Orang tidak tahu, dia hanya tahu keindahan tapi tidak tahu kehidupan kami seperti apa? Di sini kami jadi nelayan,” ungkap Ani.
Menanggapi konflik tersebut pihak PKL melakukan tuntutan ke DPRD Sulawesi Selatan sehingga dilaksanakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada Selasa (24/5/2022).
Setelah dilaksanakan Rapat Dengar Pendapat di ruang rapat Komisi C DPRD Sulawesi Selatan, disepakati untuk melaksanakan peninjauan lokasi di Wilayah CPI Makassar.
Hal tersebut kemudian diindahkan oleh DPRD Sulsel bersama pihak Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) serta PKL untuk meninjau langsung kondisi lokasi tersebut hari itu juga.
Anggota DPRD Sulsel Fahruddin Rangga, mengatakan dalam kunjungannya yang ditinjau kondusifitas serta ketersediaan ruang yang akan digunakan PKL yang merupakan salah satu pembahasan dari RDP.
“Peninjauan ini bermaksud untuk mengecek apakah ada space atau tidak dan ternyata ada space,” ungkap Faharuddin.
Ia mengaku pihaknya telah menyampaikan secara lisan kepada Pemprov perihal mengakomodasi PKL dalam pengguna ruang serta satu tenant digunakan untuk satu orang.
“Untuk sementara kita akan akomodasi para PKL yang tertampung di 20 tenant ini, dan ini telah kami sempaikan untuk ditindaklanjuti oleh Pemprov Sulsel,” ungkapnya.
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa jika space tersedia maka dalam satu tenant digunakan oleh satu PKL.
“Intinya kalau ada space maka satu tenant untuk satu orang PKL,” beber Faharuddin.
Legislator Fraksi Golkar itu juga telah meminta kebijakan dari pemerintah, agar PKL diizinkan untuk beroperasi selama dua hari yakni hari Sabtu dan Ahad.
“Karena kasihn mereka, hidup hanya dari jualannya itu,” pungkasnya. (*)
Reporter: Sucipto Al-Muhaimin
Editor: Dian Muhtadiah Hamna