PAREPARE, PIJARNEWS.COM — Kasus bu Darma, guru agama yang dipidana di Kota Parepare masih terus bergulir. Pemuda Muhammadiyah bahkan menggelar dialog publik mengenai masalah tersebut, di Aula Umpar, Rabu 3/8.
Dialog itu dihadiri sejumlah pemerhati pendidikan, pengurus IGI dan PGRI, serta pengamat hukum. Dalam dialog, terungkap bahwa sejatinya bu Darma ternyata tidak pernah dimediasi selayaknya angggapan sebagian kalangan.
“Mediasi itu artinya mencari win-win solution. Ini tidak. Bu Darma yang diminta minta maaf. Itu bukan mediasi,” kritik salah satu peserta dialog, Ahmad Kohawan.
Hal senada disampaikan Ketua IKA SMA 3 Parepare Darwis. “Semestinya sebelum terjadi hal seperti ini yg dialami bu darma, sekolah mestinya melakukan mediasi dan itu dilakukan di sekolah bukan gurunya di suruh ke rumah anak itu minta maaf,” kritiknya.
Salah satu siswa bu Darma, Zulkifli Faturahman mengakui, karakteristik mengajar bu Darma memang tegas. Namun dia menilai itu masih dalam tahap wajar. “Kami heran dengan kasus ini. Bu Darma memang tegas tapi tdk berlebihan,” ucapnya.
Dialog tersebut dimulai dengan pembacaan puisi dari Ahmad Kohawan, berjudul ‘Namanya Darmawati’. Sementara, Darma sendiri disebut akan melakukan banding atas vonisnya 3 bulan penjara dengan masa percobaan 7 bulan. (ibr/ris)
Puisi pembuka Dialog Publik;
Namanya Darmawati
Oleh Ahmad Kohawan
Sunyi, tiada festival yang mengiring,
Tiba-tiba vonis diketuk hakim,
Seorang guru yang mendidik anaknya melangkahkan kaki bertemu Tuhan;
Seorang guru yang mengerakkan anaknya bertemu Tuhan,
Divonis Bersalah
Lirih ia berkata:
Anakku, Kenapa engkau tidak shalat,
Ayolah, Iya, kenapa masih disitu,
Tuhan sedang menunggumu di rumahnya
Sepi, Miris,
Si anak marah, tidak terima, seperti hinaan,
Ia menolak lengannya disentuh meski itu kasih sayang,
Ia berontak, menahan marah bercampur dendam,
Meriah karnaval, upacara, basa basi, dan intrik
Menelan kisah Darma Ibu guru,
Visum berkata ada rasa nyeri hingga kepala dan,
Pembelaannya pun sia-sia,
Lirih ia berkata
Yang mulia, guru juga mulia,
kami hanya mendidik anak-anak kami
Kepada dinding keadilan yang diam, tangisnya pecah
Lalu kau tahu kisahnya Kawan
Ia seorang ibu guru, guru agama, bukan ulama
Ia seorang ibu guru, pengajar akhlaq, bukan pejabat
Ia, Ibu Guru, pendidik, moral dan karakter tanggungjawabnya,
Tetapi ia bukan penguasa
Ia hanyalah seorang guru agama
berdarma untuk ibu pertiwi,
seorang diri, menanggung tanggung jawab
Mencerdaskan kehidupan bangsa
Dan namanya darmawati
Duhai ideologi-ideologi
Duhai kurikulum pendidikan
dimana peduli yang konon menjadi ruh kota
Dimana mereka yang berteriak visi kota pendidikan,
Dimana pejabat, pamong, Dimana keberpihakan itu?
DIMANA, Dimana nurani kau sembunyi?
Kawan, ia hanya seorang guru
Dan namanya darmawati
Duhai sistem pendidikan
Duhai malam yang gelisah,
Simaklah tangis diam seorang Guru,
Dengarlah tangis perih pendidikan kita
Lalu, Apa iya masih ada yang akan tulus menegur siswanya, Nak Shalatlah
Apa iya masih ada yang akan brani mengajak anak didiknya, Nak, ayo Shalatlah
Masihkah, ada yang mau mendidik muridnya, pentingnya perintah Tuhan,
Kalau toh itu iya,
Pastikan kau tidak memeluknya, memegang tangannya, mengambil lengannya,
Menegurnya, menegurnya, menegurnya.
Sebab bsok, kita tidak tahu, air mata itu akan jatuh di pipimu,
Sebab bsok, kita tidak tahu persis, teguranmu, didikanmu, jerih payahmu,
Divonis Bersalah
Sebab hari ini, Aku melihat mata yang basah
Seorang Ibu Guru, dan namanya Darmawati
Parepare, 28 Juli 2017