Semalam puding ini dimasak dengan komposisi agar-agar bubuk, santan, air daun pandan, telur, gula dan sejumput kasih sayang. Wanginya begitu menggiurkan, tapi keinginan tak bisa kuutarakan saat pertemuan pertama.
Menunggu merupakan hal yang harus dilakukan untuk bisa mencicipinya. Di tengah penantian, aku malah tertidur. Sepertinya aku kurang tidur sejak kemarin malam sampai tak bisa menunggu puding menjadi padat. Adalah suara knalpot jahanam dari puluhan sepeda motor yang berkeliling hingga dua kali menjadi penyebabnya.
Rupanya penantian itu berlanjut hingga pagi. Kepalaku pening, ditambah lagi Halmahera dingin sekali pagi ini. Kutengok ke luar, tak ada pula bekas hujan. Hanya ada bekas kerinduan yang ditinggal sepasang kekasih yang bertemu di jalan.
Jemari kakiku saling memberi kehangatan dan kedua tangan mendekam di saku jaket. Sementara itu, aku duduk berhadapan dengan puding di atas meja. Kami hanya bisa saling menatap tanpa suara, padahal di hati ada gejolak untuk memiliki.
Kubiarkan dia hingga dinginnya berkurang, sebab baru saja kukeluarkan dari lemari es. Namun dasar aku terlalu terburu-buru, memotong satu bagian lalu mengunyahnya cepat-cepat. Lidah, kerongkongan hingga lambungku menggigil kedinginan. Akhirnya aku dan puding bisa bersatu dalam gigil yang indah.
oleh
@Arianonaka