ENREKANG, PIJARNEWS.COM — Mendengar kata rokok, mungkin yang muncul sebagian di benak kita adalah, lentingan kertas yang berisi tembakau rajang yang sudah diolah dan dicampur untuk dihisap asapnya serta aroma dari racikan tembakau tersebut.
Namun terlepas dari hal itu, ternyata di kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan, ada satu desa yang membuat aturan ketat daerah tanpa asap rokok dan bahkan melarang penyebaran rokok di daerahnya.
Memasuki pintu gerbang desa itu, nuansa anti rokok sudah sangat terasa, pasalnya, di pintu gerbang desa yang terletak di ketinggian 1500 mdpl, di kaki gunung Latimojong ini, kita disamabut dengan adanya baliho besar yang bertuliskan tanda larangan merokok.
Nama desa tersebut adalah, Desa Bone-bone, Kecamatan Baraka, Enrekang ini telah dinyatakan sebagai desa bebas rokok sejak Tahun 2000 silam, dan desa ini dinyatakan sebagai desa pertama di dunia yang bebas dari asap rokok.
Salah seorang tokoh masyarakat setempat yang juga mantan Kepala Desa Bone-bone, Idris mengungkapkan, peraturan Larangan merokok ini juga berlaku bagi setiap tamu yang datang berkunjung ke Desa Bone-Bone. Apabila ada yang kedapatan melanggar aturan, diberikan sanksi kerja sosial, antara lain membersihkan rumah ibadah (masjid), sekolah, membersihkan lingkungan desa seperti irigasi, lapangan dan lainnya.
“Peraturan dilarang merokok di Desa Bone-bone ini sudah berlangsung sejak lama, dan ini juga berlaku bagi siapa pun yang berkunjung ke desa kami,” ungkap Idris sperti yang dilansir di BBC Indonesia.
Lebih lanjut dikatakan, di Desa Bone-Bone, tidak hanya berlaku larangan merokok, tapi juga larangan untuk menyimpan dan menjual rokok. Jika aturan tersebut itu juga dilanggar maka yang kedapatan menjual akan dikenai sanksi tegas yang sudah disepakati bersama.
“sanksinya tidak main-main, sanksi berupa denda uang serta sanksi kerja sosial akan kami kenakan bagi siapa pun yang melanggar aturan yang sudah kami sepakti bersama warga,” katanya.
Idris menjelaskan, ide yang ia cetuskan bersama warga lainnya ini, bermula dari keprihatinannya terhadap warga desa Bone-bone yang banyak mengalami sakit paru-paru serta keprihatinannya terhadap kaum muda dan anak-anak yang mulai terbiasa merokok.
Selain itu, Idris juga merasa sangat prihatin terhadap kondisi masyarakat di desanya sat itu, yang mampu membeli rokok, namun tidak mampu menyekolahkan anak-anak mereka.
“Upaya kami mewujudkan desa kami sebagai kawasan bebas rokok awalnya tidak berjalan berjalan mulus. Namun kami terus berupaya keras menerapkan aturan itu dengan pola pendekatan persuasifdengan cara mendekati tokoh-tokoh masyarakat untuk menjelaskan bahaya merokok bagi kesehatan, dan Alhamdulillah berhasil hingga saat ini” tutupnya. (abd)