MAKASSAR, PIJARNEWS.COM — Meski hujan mengguyur Makassar ternyata tidak menyurutkan niat kawan-kawan jurnalis, mahasiswa dan sejumlah elemen aktifis HAM ikut dalam ritual Aksi Kamisan Makassar rutin yang digelar di Monumen Pembebasan Mandala, Jalan Jedral Sudirman Makassar, Kamis 21 Desember 2017.
“Hujan tak menghalangi semangat teman-teman untuk terus memperjuangkan kasus-kasus perlindungan HAM dan kebebasan berekspresi hari ini. Semoga perjuangan kawan-kawan bisa menjadi inspirasi bagi warga. Kalian basah karena kalian ingin menyampaikan pesan betapa pentingnya perhatian kita terhadap kasus-kasus terkait pelanggaran kemanusiaan di daerah ini,” ucap mantan Ketua Kohati Sulsel ini.
Dia juga menyampaikan apresiasi terhadap korban yakni pewarta kampus, Anwar yang menyempatkan hadir dalam aksi itu. Jurnalis kampus dari PK Identitas Unhas ini, lanjutnya memang membutuhkan dukungan dari sejumlah organisasi profesi utamanya senior-senior mereka di PK Identitas untuk memberikan support terhadap eksistensi koran-koran kampus.
Pewarta foto kampus ini juga menyampaikan kegelisahannya terkait kasus kekerasan pers yang seharusnya di perjuangkan kawan-kawan profesi sendiri. Dia bersyukur aksi kamisan makassar telah menjadi wadah bagi dirinya yang telah menjadi korban perampasan hak profesinya dalam menjalankan tugas jurnalistik,” ujarnya di depan peserta aksi kamisan yang di gelar di depan Monumen Mandala sebagai simbol pembebasan hak-hak masyarakat di irian barat.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Wilayah Sulsel Herwin Bahar dalam aksi kamisan itu memberikan apresiasi bagi rekan-rekan mahasiswa dan sejumlah elemen aktifis lainnya yang terlibat dalam memperjuangkan hak-hak jurnalis menjalankan kegiatan jurnalistik.
“Sinergitas antara TNI/Polri dan Dewan Pers telah menjadi kesepakatan melalui Kapolri dan Panglima TNI yang mendapat dukungan langsung dari Presiden RI, Jokowi. Kasus-kasus kekerasan yang terjadi terhadap jurnalis di Sulsel terjadi, akibat rendahnya pemahaman aparat dengan sinergitas yang telah terbangun antara Dewan Pers dan institusi TNI/Polri. Sehingga oknum-oknum yang tengah melakukan tugas di lapangan seringkali lupa dengan sinergitas itu,”ujarnya
Perwakilan mahasiswa bukan hanya dari PK Identitas Unhas saja, beberapa diantaraya ada juga dari mahasiswa Luwu Raya yang ikut bergabung dengan sejumlah rekan-rekan jurnalis dan beberapa elemen aktifis HAM lainnya.
Menariknya, aksi kamisan makassar yang mengangkat topik tentang perampasan kamera pewarta kampus ini justru dihadiri perwakilan Kodam dan kawan-kawan dari kepolisian.
Menurut Koordinator Aksi Kamisan Makassar, Hajriana Ashadi keterlibatan aparat kepolisian dan TNI dalam aksi kamisan ini merupakan salah satu bentuk dukungan mereka terhadap berbagai kasus pelanggaran HAM di Indonesia.
Dalam aksi kamisan makassar ini, Relawan Komite Perlindungan Jurnalis dan Kebebasan Berekspresi (KPJKB) Jumadi Mappanganro juga merilis kasus kekerasan fisik maupun verbal terhadap jurnalis masih saja terjadi di Sulawesi Selatan pada 2017.
Rentetan peristiwa itu diantaranya:
Jumat, 15 Desember 2017 Anwar, wartawan Identitas Unhas, ditendang, dilarang memotret hingga dirampas kameranya oleh sejumlah oknum berseragam TNI yang terjadi di halaman kampus Universitas Hasanuddin, Tamalanrea, Makassar.
Padahal korban sedang meliput demo yang diwarnai kericuhan. November 2017, seorang wartawan di Sinjai bernama Heri mengaku telah diancam ditikam dan mendapat ucapan kasar dari oknum anggota DPRD Sinjai. Gegaranya karena Heri memberitakan kelakuan oknum tersebut yang diduga membeli mobil menggunakan uang bantuan kelompok tani di Sinjai.
Pada 24 Juli 2017, dua jurnalis di Makassar yakni Andi Habib Rahdar (wartawan Sulselsatu.com) dan Teti Novianti (wartawati Celebes TV) juga mendapat perlakuan saat meliput di Kantor Kejari Makassar. Pelakunya M Sabri (Asisten I Pemkot Makassar) yang saat itu diperiksa dalam kasus dugaan korupsi penjualan lahan negara di Kantor Kejari Makassar.
14 Februari 2017, Muhammad Nur Leo, wartawan INews TV, mendapatkan perlakuan kasar saat meliput kasus korupsi di Kantor Kejati Sulsel. Pelakunya oknum penasihat hukum.
Kelima jurnalis yang menjadi korban kekerasan tersebut hanyalah segelintir dari sejumlah kasus kekerasan yang menimpa pekerja media di daerah ini. Rentetan kejadian tersebut membuktikan bahwa profesi sebagai juru warta di daerah ini masih sangat rentan menjadi korban intimidasi atau kekerasan, fisik maupun verbal. Padahal sesuai fungsinya, jurnalis bekerja untuk memenuhi kebutuhan informasi yang menjadi hak publik.
Juga ikut berperan sebagai kontrol sosial sebagaimana dijamin dalam Undang-UndangNomor 40 tahun 1999 tentang Pers. UU Pers di atas telah jelas sangat jelas menyatakan bahwa dalam melaksanakan profesinya jurnalis mendapat perlindungan hukum. Itu artinya, siapa pun yang mengintimidasi atau menghalang-halangi jurnalis dalam melakukan peliputan adalah jelas pelanggaran UU.
Berdasarkan pemikiran di atas, Aksi Kamisan Makassar yang diinisasi Relawan Komite Perlindungan Jurnalis dan Kebebasan Berekspresi (KPJKB) bersama Amnesty Internasional Indonesia dan sejumlah elemen perjuangan HAM di Sulawesi Selatan kembali akan menggelar Aksi Kamisan atau Aksi Payung Hitam.
Aksi ini merupakan kali ketiga digelar di Kota Makassar yang bertempat di depan Monumen Mandala, Jalan Jenderal Sudirman, Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan pada Kamis, 21 Desember 2017. Dimulai pukul 15.00 Wita dan berakhir kurang 10 menit jam 17.00 wita.
Adapun tuntutan dalam aksi itu diantaranya hentikan segala bentuk intimidasi dan kekerasan fisik maupun verbal terhadap jurnalis. Proses hukum hingga tuntas pelaku kekerasan terhadap jurnalis tanpa pandang bulu, termasuk yang dilakukan oknum TNI, aparat penegak hukum, pejabat pemerintah, maupun anggota dewan dan beberapa lainnya.
Aksi itu juga mengajak siapa saja yang keberatan atas isi pemberitaan, mengedepankan Hak Jawab atau mengadukan keberatannya ke Dewan Pers.
Selain itu, aksi itu juga mendorong pekerja media untuk bekerja profesional dengan menjunjung tinggi Kode Etik Jurnalistik. (rls)