MAKASSAR, PIJARNEWS.COM- Persoalan administrasi kependudukan di Indonesia masih carut-marut. Masih banyak warga yang belum terdata. Kondisi tersebut membuat mereka kesulitan dalam mengakses layanan dan fasilitas kesehatan.
Sekadar diketahui, hasil Susenas 2020 memperkirakan sekitar 3,99 persen penduduk Indonesia belum memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK). Ini artinya sekitar 10,7 juta penduduk belum tercatat dalam sistem administrasi kependudukan.
Hal tersebut membuat mereka tidak bisa memiliki dokumen kependudukan dan berisiko tidak bisa mengakses layanan dasar dan publik lainnya, seperti sekolah, asuransi kesehatan, layanan peradilan, layanan perbankan, transportasi, air bersih, dan listrik.
Berdasarkan Penelitian Pusat Kajian dan Advokasi Perlindungan dan Kualitas Hidup Anak (Puskapa) Universitas
Indonesia menunjukkan, warga yang tidak memiliki dokumen kependudukan bukan
karena tidak mau mengurusnya, tapi karena terhambat secara struktural.
Hambatan struktural tersebut terkait faktor sosial, ekonomi, atau tata kelola sistem administrasi kependudukan itu sendiri yang menghalangi seseorang untuk mendapatkan dokumen kependudukan.
Puskapa mengidentifikasi tiga lapisan struktural yang menghambat. Lapisan pertama akibat hambatan akses yang disebabkan kemiskinan, keterpencilan, dan sulitnya mobilitas.
Lapisan kedua akibat layanan yang tidak peka terhadap kebutuhan khusus warga. Sementara lapisan terakhir, akibat adanya praktik yang diskriminatif terhadap identitas sosial tertentu.
Merespons hal itu, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) bekerja sama Pusat Kajian dan Puskapa UI menggelar program pelatihan jurnalistik bagi jurnalis lokal dengan tema “Administrasi Kependudukan dan Kemiskinan”.
Pelatihan ini untuk mendorong kualitas pemberitaan mengenai sistem administrasi
kependudukan di tiga wilayah yakni Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan. Untuk klaster Sulsel digelar 1-4 November.
Kegiatan ini diikuti oleh 26 orang jurnalis dari berbagai platform media yang digelar secara daring. Menghadirkan narasumber dari Bappenas, Puskapa dan kepala desa dari Kabupaten Bantaeng.
Ketua AJI Makassar, Nurdin Amir mengatakan kegiatan yang diawali dengan workshop ini, untuk meningkatkan pengetahuan jurnalis terkait isu administrasi kependudukan dan kemiskinan di Indonesia, serta apa saja persoalan-persoalannya.
Agar nanti, kata dia, teman-teman jurnalis bisa menghasilkan karya jurnalistik berkualitas dalam meliput isu administrasi kependudukan. “Selain itu, mendorong advokasi atas akses dan layanan administrasi melalui pemberitaan,” ujarnya.
Setelah selesai workshop, nanti peserta akan mengajukan proposal liputan terkait tema Administrasi Kependudukan dan Kemiskinan. Nanti akan dipilih lima orang setiap klaster yang memiliki ide liputan menarik untuk mendapatkan beasiswa fellowship.
Peserta terpilih akan dimentoring selama kurang lebih sebulan. Tahapan terakhir, AJI melakukan diseminasi melalui webinar di masing-masing klaster. Webinar tersebut menghadirkan perwakilan jurnalis yang mendapatkan fellowship program ini, pemerintah daerah dan Puskapa. (rls)
Editor: Dian Muhtadiah Hamna