MAKASSAR, PIJARNEWS.COM-– Beberapa tahun terakhir masyarakat maya sering dihebohkan dengan berita mahasiswa atau pelajar yang bunuh diri akibat stres karena tugas yang menumpuk.
Kabar terbaru, baru-baru ini seorang mahasiswi Unhas ditemukan tewas gantung diri yang diduga karena tugas kuliah.
Seperti diberitakan sebelumnya mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unhas itu bunuh diri didalam kamar mandi rumah kosong yang terletak tidak jauh dari rumahnya di BTN Rezki Kecamatan Tamalanrea, Kota Makassar pada, Ahad (13/11/2022) malam.
Berdasarkan keterangan saksi yang merupakan sepupu korban, mahasiswi inisial FR (19) itu diduga mengalami depresi akibat tugas dari kampus.
Namun hal itu dibantah Dekan FIB Unhas, Prof. Akin Duli, lantaran motif yang dibeberkan media disebabkan tugas, itu tidak bisa dibuktikan.
“Gimana cara buktikan, mungkin tanyakan sama yang berpendapat demikian,” ujarnya saat dikonfirmasi via WhatsApp, pada Senin (14/11/2022).
Prof. Akin menilai, pemberian tugas kepada mahasiswa itu diberikan secara keseluruhan dan sudah diatur dalam Kurikulum.
“Artinya semua mahasiswa juga mendapat beban yang sama terhadap tugas,” ujarnya.
Fenomena stres karena tugas yang berujung bunuh diri tersebut mengundang banyak perhatian khususnya, Dosen Psikologi asal Universitas Negeri Makassar (UNM), Novita Maulidya Jalal.
Menurut Novita, bunuh diri karena tugas berlebihan bukan merupakan situasi yang sederhana namun fenomena bunuh diri kata dia adalah situasi yang kompleks.
Lebih lanjut ia menjelaskan, bunuh diri ialah simbol bahwa seseorang sudah tidak mampu menghadapi hidup lagi.
“Jadi bunuh diri sebenarnya simbol bahwa saya sudah tidak mampu menghadapi dunia nyata, saya sudah tidak mampu hidup, jadi sebenarnya itu persoalan komunikasi ditahap awal,” ungkapnya.
Novita menilai tugas kuliah atau sekolah yang diberikan secara berlebihan hanya sebatas pemicu terhadap fenomena bunuh diri dikalangan pelajar.
Ia mengatakan ada faktor lain yang mendorong seseorang untuk mengakhiri hidupnya yakni seperti kejadian atau pengalaman dijalani sebelumnya yang dievaluasi secara negatif dan disimpulkan secara general.
Dosen Fakultas Psikologi UNM itu, menguraikan arti dari men-general-kan itu mengarah pada kesimpulan bahwa seseorang sudah tidak mampu menghadapi hidupnya. Oleh karena itu, perlu diidentifikasi penyebab over general yang dirasakan.
“Kita juga perlu tahu riwayat waktu dia kecil, remaja, SMA, kuliah atau kerja atau kehidupan sehari-harinya , sehingga akhirnya dia memutuskan untuk bunuh diri,” terangnya.
Selain itu baginya, orang yang bunuh diri merupakan sakit secara mental, hal itu karena orang yang sehat secara mental adalah orang yang bisa bangkit dari tekanan serta berusaha menghadapi hidupnya.
Oleh karena itu, lanjut Novita, tekanan itu tidak datang dari tugas, namun bergantung bagaimana seseorang menilai tugas tersebut dan menanggapi penilaian seseorang terhadap perilakunya yang tidak mengerjakan tugas.
“Intinya lebih kompleks lagi sehingga dia menganggap bahwa tidak ada orang bisa bantu dia, tidak ada orang yang mengerti dia atau lainnya, kita tidak tau apa yang dipikirkan terhadap hal itu, artinya dia memilih untuk mati,” pungkasnya.
Faktor Penyebab Stres
Menurut Novita, secara garis besar ada dua faktor yang mempengaruhi manusia bisa mengalami stres yang berujung bunuh diri.
Pertama adalah pola pikir atau mindset yang terbangun dalam diri manusia serta pola pikir dalam merespons sesuatu.
Seperti halnya tugas kuliah ataupun tugas sekolah, maka respon terhadap tugas itu menentukan sifat dari tugas tersebut.
“Jika tugas itu direspons sebagai beban maka itu akan mengakibatkan stres, namun jika sebaliknya itu akan memberikan dampak positif kepada pelajar,” terang Novita.
Faktor kedua adalah karakter atau kepribadian seseorang. Misal pribadi yang resilien memiliki karakter mudah bangkit.
Orang yang memiliki pribadi resilien kata Novita, tidak akan mundur dan senantiasa berusaha untuk mengejar mimpinya meski banyak rintangan.
“Artinya kalau dia tertekan dia akan berusaha mencari cara menyelesaikannya karena dia punya target,” tukasnya.
Namun jika sebaliknya, pribadi yang mudah merasa tidak berdaya akan senantiasa berfikir negatif terhadap dirinya. Bahkan setiap hal dinilai cepat sebagai suatu permasalahan.
Cara Mengatasi Stres
Setiap manusia pasti pernah mengalami stres termasuk mahasiswa. Ada dua cara dilakukan untuk mengatasi stres menurut Novita diantaranya Problem focused coping dan Emotion Focus Coping.
Secara umum Problem focused coping kata Novita, penyelesaian urusan atau masalah secara cepat.
Ia mencontohkan Problem focused coping seperti siswa atau mahasiswa, ketika diberikan tugas dia langsung mencari tau hal yang dapat ia lakukan agar tugasnya itu selesai, agar dia tidak terbebani lagi.
Sementara itu juga Novita mencontohkan emotion focus coping seperti tipikal mahasiswa atau siswa jika diberikan tugas itu terlalu berat buat dia, maka dia akan mencari sesuatu atau aktifitas yang membuat dia senang. Karena dia tidak menyukai situasi tugas tersebut yang tidak menyenangkan.
“Misalnya nonton filem drama Korea, ke mal, ke pantai, jalan-jalan dan sebagainya. Sehingga dia merasa tenang, merasa nyaman setelah dia punya merasa tenang perasaannya barulah dia menghadapi tugasnya untuk menyelesaikannya,” terangnya.
Emotion focus coping itu ungkap Novita bisa juga dilakukan ketika menghadapi masalah. Numun metode ini perlu diberikan batasan waktu, sebab jika tidak, maka tugas akan menumpuk. (*)
Reporter: Sucipto Al-Muhaimin
Editor: Dian Muhtadiah Hamna