OPINI, PIJARNEWS.COM — Pernah lihat foto ini? Siapa pun yang melihatnya pasti akan terenyuh, merasa iba, sedih, marah dan perasaan lainnya yang ikut berkecamuk dalam hati. Serta berbagai macam pertanyaan muncul di kepala. Tentu anda bertanya, apa hubungannya foto ini dengan peristiwa bencana alam.
Foto Ini adalah karya Kevin Carter yang diambil pada Bulan Maret tahun 1994. Carter adalah seorang jurnalis perang asal Amerika selatan. Kevin Carter berangkat ke Sudan menuju sebuah desa bernama Ayod dengan berniat untuk mengambil foto suasana pemberontakan yang terjadi di sana.
Namun tiba di sana, bukannya meliput peristiwa perang yang sedang terjadi, akan tetapi, justru korban kelaparanlah yang menarik minatnya untuk memotret. Foto ini berawal ketika di jalan Carter mendapati angle foto yang mengenaskan, dimana seorang bocah perempuan kecil yang tengah kelaparan merangkak lemah susah payah menuju pusat pembagian makan, sementara burung pemakan bangkai menatap dan siap untuk menunggu kematiannya lalu memasangnya.
Melihat pemandangan ini, naluri fotografer Carter pun bangkit. Carter menunggu selama 20 menit agar burung pemakan bangkai itu terbang menjauh. Namun, burung itu tak bergeming dan terus mengintai gadis kecil tak berdaya itu. Carter pun mengambil kamera dan menangkap moment itu.
Setelah memotret, Carter lalu mengusir si burung pemakan bangkai. Namun tindakannya itu mengundang kritik karena tidak segera menolong sang gadis kecil, malah lebih dulu menunggu sekian lama untuk menghasilkan fotonya itu. Ironisnya, selepas memotret bukannya menolong Carter justru pergi meninggalkan bocah yang tengah kelaparan itu.
Selepas dari Sudan, Carter lalu kembali ke Amerika untuk menjual foto hasil karyanya ke The New York Times dan diterbitkan tanggal 26 Maret 1994. Koran itu pun langsung ludes terjual. Malam itu juga ratusan orang menelpon koran tersebut, menanyakan apakah anak kecil yang ada di foto bertahan hidup.
Menanggapi berbagai pertanyaan tersebut, dalam edisi berikutnya Carter menjelaskan bahwa gadis itu lolos dari maut dan bisa berjalan menjauh dari burung pemakan bangkai yang terus mengintainya. Namun, dia tidak tahu seperti apa nasib gadis kecil ini. dan tak pernah ada yang tahu bagaimana kondisi gadis kecil itu.
Beberapa hari kemudian, Carter mendapat hadiah Pulitzer dan fotonya dinobatkan sebagai foto terbaik. The New York Times memberi kabar bahwa fotonya yang berjudul “Sudan Famine” mendapatkan penghargaan tinggi dalam dunia jurnalisme foto, nobel photography “Pulitzer Prize Feature Photography 1994”.
Kecaman dan kritikan yang terus menerus menyerangnya membuat perasaan Carter kacau. Hingga pada akhirnya tiga bulan setelah memenangkan Penghargaan Pulitzer atas fotonya itu, Carter memutuskan untuk bunuh diri. Seakan dia ingin meninggalkan catatan yang isinya berupa penyesalan dan kesedihan. ia mengaku frustasi karena lebih memilih memotret daripada menolong bocah malang itu.
—————-
Jika kita menyimak di setiap peristiwa bencana alam, ada saja foto yang kemudian menjadi ikonik dan viral di media sosial. Seperti halnya bencana banjir yang melanda sejumlah wilayah di Sulsel, belum lama ini. Dimana ada satu foto yang banyak beredar, dalam foto itu menampilkan seorang perempuan paruh baya yang belakangan diketahui bernama ibu Nurjanna Djalil yang berusaha menyelamatkan cucunya di tengah derasnya arus banjir. Ironisnya sang nenek yang berupaya menyelamatkan cucunya ini dikabarkan meninggal dunia di RSUD Syekh Yusuf, Gowa, akibat serangan jantung.
Kemudian yang memotret moment tersebut dibully habis-habisan di media sosial. “Tega sekali kenapa tidak ditolong ya, malah foto-foto?” kata seorang warga Net di salah satu group facebook yang memiliki ribuan member. Belakangan baru diketahui jika yang mengabadikan foto itu adalah anak dari sang ibu itu sendiri. Dari pembelaan sang anak, ia mengaku tak bisa berenang. Dari jarak beberapa meter, dia hanya bertumpu di batang kayu rapuh sambil mengambil foto untuk mengabarkan ke keluarganya lokasi dan kondisi mereka. Si ibu dan cucunya ini pun berhasil dievakuasi sebelum akhirnya si ibu meninggal dunia akibat serangan jantung. Info lengkap terkait foto itu bisa anda lihat langsung dari akun instagram milik: @anandadina.
Jika kita cermati dua peristiwa di atas, sepertinya ada kemiripan, hanya saja kita tidak mau mengambil hikmah, seperti apa yang dialami oleh Cavin Carter, dimana ia memilih menghabisi nyawanya sendiri secara tragis, lantaran tak mampu membendung rasa bersalahnya usai ia dibully habis-habisan oleh publik. Tentu kita sepakat agar kita tidak menghakimi dengan cara membully seseorang di media sosial tanpa harus cari tau dulu apa yang menjadi latar belakang sehingga ia terkesan melakukan pembiaran terhadap hal yang bisa saja mengancam keselamatan jiwa seseorang.
Yang lebih ironi lagi adalah, banyak media massa yang berlomba-lomba memuat berita itu dengan memasang foto sang nenek yang berupaya menolong cucunya di tengah derasnya arus banjir itu, tanpa harus memblur wajah sang cucu yang masih dibawah umur, ditambah lagi mereka tak menulis keterangan dari mana sumber foto itu. Bukan hanya media yang tergolong baru yang melakukan hal ini, tetapi banyak pula media arus utama yang sangat akrab dengan pembaca, juga melakukan hal yang sama.
Selaku penulis yang juga berlatar belakang pekerja media ini berharap, berhentilah melakukan cara-cara seperti itu demi memperoleh rating pembaca yang tinggi, tidakkah kita mempertimbangkan efek, bagaimana sakitnya perasaan sang cucu, kelak ketika dirinya sudah dewasa, dan melihat foto itu kembali dalam jejak-jejak digital. Kemungkinan ia bakal merasa bahwa, dialah salah satu penyebab kematian sang nenek yang terserang jantung usai berupaya menyelamatkan dirinya. Begitu pun sang anak yang mengabadikan foto itu.
Penulis:
Abdillah.Ms: Koordinator Perhimpunan Jurnalis Ajatappareng