OPINI, PIJARNEWS.COM — Seketika hendak mengabadikan foto ini, melintas tiga motor siswa-siswi berpasang-pasangan. Mau kemana de’?, dengan sigap mereka jawab: mau foto-foto.
Di sekitar gedung yang menanti kepastian itu beberapa bulan lalu rumput-rumput mengalah dan memberi ruang. Kini mereka telah tumbuh membesar kembali untuk kesekian kalinya. Tak main-main tingginya, sebuah perlawanan dari akar rumput yang kuat.
Selain itu, coretan-coretan, gambar-gambar, kaca-kaca pecah, juga nama-nama pasangan yang sedang jatuh cinta tertera dengan percaya diri disana. Mereka tampil sebagai pemanis gedung, yang sesungguhnya sedang terluka.
Eyang Habibie terakhir berhadap-hadapan gedung ini setelah usai melakukan peresmian Monumen Cinta yang menampilkan patung dirinya dan Ainun. Eyang sempat bertanya kepada seseorang perihal wajahnya apakah mirip dengannya atau tidak pada monumen itu. Orang yang ditanya hanya tersenyum.
Tiang pancang sebagai penanda, di tancapkan depan gedung dengan gegap gempita beberapa tahun lalu. Sirene mobil pemadam kebakaran berbunyi nyaring. Sebuah mahakarya nampak dielu-elukan. Dari balik kain penutup yang dikibaskan dengan menekan tombol, Institut Teknologi Habibie (ITH) tertulis dengan baik pada papan besar.
Siswa-siswi yang yang melintas tadi telah mengambil posisi strategis di sekitar gedung. Mereka mulai berpose berlatar panorama laut yang melintas kapal-kapal juga perahu-perahu, dan tambak-tambak nelayan dari kejauhan nampak begitu indah.
Matahari kian meninggi, siswa-siswi yang sekira masih duduk di Sekolah Menengah Atas (SMA) itu masih betah di sekitar gedung. Mungkin mereka sedang menunggu sosialisasi pendaftaran mulai dibuka disana, atau mungkin juga mereka telah perlahan-lahan menanamkan di alam bawah sadarnya, merasakan sedang kuliah di perguruan tinggi yang tertera pada namanya seorang Bapak Bangsa yang lahir dari Kotanya, ITH.
Penulis: Ibrah La Iman