“Kami sering didatangi ibu-ibu menggendong bayi. Mereka menempuh puluhan kilometer akses jalan yang rusak dengan sepeda motor untuk mengambil bantuan yang belum mereka dapatkan. Kami sebagai relawan berharap, ketika ada bantuan dari pemerintah tolong perhatikan kebutuhan untuk ibu dan anak. Paling tidak orang tua ngga pusing mencari minyak telon, ngga kebingungan mencari selimut untuk bayinya,” ujar Ridwan Alimuddin
Karmila Bakrie, relawan Sahabat Bencana di Majene, Sulawesi Barat, yang melaporkan langsung dari dusun Tamerimbi, desa Kabiraan, kecamatan Ulumanda, Majene, Sulawesi Barat menyebut, masih ada 3 dusun yang terisolasi. Di dalamnya, ada 31 bayi dan balita, 20 orang lanjut usia, 2 penyandang disabilitas dan 6 ibu hamil tanpa didampingi tenaga medis.
Karmila juga mengkritisi ketidak sesuaian data pemerintah soal korban bencana, padahal data menjadi acuan utama untuk menyalurkan bantuan.
Menanggapi laporan relawan yang melihat langsung kondisi pengungsi korban gempa utamanya perempuan dan anak, Kepala Pelaksana BPBD Sulawesi Barat, Darno Majid, meminta relawan berkomunikasi dengan pemerintah daerah untuk mempercepat pergerakan distribusi bantuan di masa transisi menuju fase rehabilitasi.
Usman Suhuriah, wakil ketua DPRD Sulawesi Barat menyoroti data makro dan data spasial dalam bencana alam yang belum dimaksimalkan oleh pemerintah daerah. Padahal data menjadi upaya awal pemenuhan hak dasar untuk korban bencana dan fundamental untuk masuk ke tahap rehabilitasi, terlebih bencana alam masih mengintai masyarakat Indonesia yang hidup di wilayah Ring of Fire.
Penanganan korban bencana di Sulawesi Barat penting untuk jadi refleksi.
Rita Pranawati, wakil ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia menyebut kebutuhan perempuan dan anak, serta pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, papan dan kesehatan jadi hal fundamental yang harus dipenuhi pemerintah agar tak menjadi masalah sosial tambahan saat menangani bencana.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana yang diwakili oleh Kapusdatin Raditya jati menyatakan, perempuan dan anak selalu menjadi prioritas BNPB. Bantuan untuk wilayah terisolasi pun dimaksimalkan melalui jalur udara dengan bantuan TNI. BNPB juga menyadari ada tantangan untuk menggerakkan siaga bencana yang melibatkan perempuan yang harus digarap BNPB. Sejauh ini, BNPB memulainya dengan gerakan Srikandi Siaga Bencana dan Srikandi Sungai.
Geografis Indonesia membuat tak ada satu wilayahpun di tanah air yang tidak rawan bencana.
Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam Kementerian Sosial, M Syafii Nasution menjadikan bencana alam di Sulawesi Barat sebagai pelajaran bagaimana pemerintah, masyarakat, relawan dan pihak swasta saling membantu dengan menjalin komunikasi yang baik untuk membantu mempercepat proses ditribusi bantuan dan membuka akses wilayah terisolasi.