PAREPARE, PIJARNEWS.COM –– Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Parepare terus meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) para tenaga pengajar atau dosennya.
Kali ini, para Dosen FEBI bakal mengikuti workshop publikasi jurnal internasional Scopus di Lantai 4 Perpustakaan IAIN Parepare, Jumat (11/11/2022) mendatang.
Kegiatan workshop Scopus itu akan menghadirkan pemateri dari akademisi Universitas Negeri Makassar (UNM), Wirawan Setialaksana. Artikel karya Wirawan sendiri beberapa kali tembus dan diterbitkan di jurnal Scopus. Sebelum menjadi Dosen PNS di UNM, Wirawan pernah mengabdi menjadi dosen non PNS di IAIN Parepare.
Pelatihan ini akan diikuti secara khusus Dosen FEBI dan perwakilan mahasiswa dari setiap Program Studi.
Ketua Panitia Workshop Scopus,
Muhammad Majdy Amiruddin mengungkapkan, dosen yang memiliki penelitian atau artikel yang telah dipublikasi di Scopus sangat berperan penting dalam memperbaiki jenjang karir dosen.
“Ini salah satu masa depan dosen, karena mau tidak mau kita mempunyai jenjang karir dosen. Seperti jabatan fungsional. Mulai dari asisten ahli, lektor dan lektor kepala,” kata Majdy kepada PIJARNEWS.COM, Senin (7/11/2022).
Menurut Majdy, dosen diharapkan terus melakukan penelitian atau menghasilkan artikel yang bisa dipublish di jurnal Scopus. Sebab, kata Majdy, suatu saat akan dibutuhkan. Utamanya terkait kenaikan pangkat. “Terlebih jika mau mengajukan professor, maka harus ada artikel jurnal yang pernah terbit di Scopus,” katanya.
Selain itu, Majdy mengungkapkan bagi mahasiswa, ada beberapa perguruan tinggi yang telah mensyaratkan kelulusan atau wisuda jika telah menerbitkan publikasi di Scopus.
Menurutnya, jika submit di jurnal Scopus Indonesia maka tidak dianggap sebagai penulis luar negeri. Karena itu, kata Majdy, pengelola Scopus harus betul-betul mendapatkan penulis dari luar negeri.
“Jadi kita istilahnya, ada orang lain yang masuk ke Indonesia kita keluar exchange atau pertukaran,” ucapnya.
Apa sih kesulitan dalam publikasi di Scopus? Menurut Majdy, sebenarnya secara kualitas berada di level Sinta 3. Hanya saja, banyak sekali pesaing yang telah mendaftar di Scopus.
“Jadi kita harus berkompetisi. Saya pernah dengar bahwa dalam sehari ada sekira 20 tulisan yang masuk ke pengelola jurnal internasional. Terbayang bagaimana sulitnya menyeleksi. Sehingga ketika misalnya judul penelitian kita kurang menarik, maka otomatis ditolak pengelola,” imbuhnya.
Majdy menuturkan, publikasi di Scopus juga memiliki berbagai pembiayaan. Pembiayaan itu terjadi karena mendapat pendampingan, hingga menyediakan jasa menyusun artikel, providing, terjemahan bahasa Inggris hingga publikasi.
“Ada yang free alias gratis sama sekali. Ada juga yang publisher top sampai Rp30 juta. Paling rendah ada yang 100 US Dollar atau sekira Rp1,5 juta,” tuturnya.
Majdy mengaku karya jurnalnya pernah dipublikasikan di Scopus Canada.
“Artikel saya pernah tembus di Canada dengan biaya sekira Rp5 juta. Judul scopus saat itu terkait Cyber Terorism,” terang Majdy yang juga menjabat sebagai Kepala Pusat Penerbitan dan Publikasi IAIN Parepare. (alf)
Reporter : Faizal Lupphy