OPINI: Pada 12 Januari 1952 (tepat 70 tahun silam) di Menge, sebuah dusun kecil berada di pesisir Danau Tempe, Kecamatan Belawa Kabupaten Wajo, lahir Muhammad Siri, dia kemudian tumbuh hingga remaja dalam kebersahajaan, keluguan, hidup sederhana dengan segala keterbatasan sebagai anak petani kampung yang menyatu dengan alam yang ramah, berbaur dengan anak sekampung, bermain dalam lumpur dan berdebu, tidak peduli teriknya matahari menyengat kulit sampai kelam, tidak dihiraukan lebatnya hujan membawa badai. Indahnya masa kecil yang damai dilaluinya penuh kegembiraan. Mereka tidak pernah membayangkan bahwa kelak akan sukses menjadi seorang Guru Besar, dibenak La Dangnga (sang Ayah), putranya ini hanya akan bakal melanjutkan pekerjaannya menggarap sawah sepetak untuk bekal kehidupan keluarganya.
Berkat ketekunannya belajar, hingga ia dapat menunjukkan prestasi, yang kemudian memotivasinya hijrah ke Parepare untuk melanjutkan pendidikan, agar kehidupan keluarganya dapat berubah. Semangatnya yang tinggi mendorong untuk meraih ilmu, kesabarannya yang membuat ia tabah menempuh hidup menumpang di rumah orang. Kebiasaan hidup masa kecil di alam, menjadikan ia tegar menjalani kerasnya kehidupan di kota, berkat do’a orangtuanya dan pertolongan Allah yang mengakibatkan dia tidak pernah merasakan kesulitan hidup yang berat.
Setapak demi setapak jenjang pendidikan dilaluinya, karena dia yakin bahwa melalui pendidikan, Allah akan merubah nasibnya kelak. Dia sangat memahami dalam menempuh pendidikan, tidak cukup hanya semangat dan kemamuan, tetapi butuh biaya dan kesabaran, sehingga sambil menempuh pendidikan ia mengabdikan ilmunya menjadi guru di SMP Muhammadiyah, agar dapat mengurangi beban orangtunya yang semakin tua di kampung.
Hingga di tahun 1981, berhasil beraih gelar sarjana, gelar yang masih langka di zamannya, sarjana masih dihitung jari, Predikat Dokteradus masih menjadi kebanggaan, Ijazah Sarjana inilah yang kemudian mengantarnya menjadi dosen di STKIP Muhammadiyah, walaupun sudah menjadi dosen tetapi tidak lupa tetap mewakafkan diri dan mengajarkan ilmunya di SMA Muhammadiyah.
Semangat dan ketekunannya tak pernah surut. Nasib baik selalu menyertainya, pertolongan Allah selalu bersamanya, pemerintah selalu memperhatikan dedikasi pengabdiannya, sehingga mendapatkan beasiswa pendidikan S2 di UNHAS tahun 1992 dan Program Doktor di IPB Bogor tahun 2002. Selanjutnya dapat memperoleh pangkat Akademik Guru Besar (Profesor) di tahun 2004, gelar akademik tertinggi, yang diidam-idamkan semua dosen. Di saat itu, dia adalah satu-satunya Profesor di Parepare, membuat masyarakat Parepare khususnya warga persyarikatan Muhammadiyah dan segenap keluarganya, bangga padanya.
Sekelumit cerita pendek Prof. Dr. H. Muhammad Siri Dangnga, MS., sengaja saya utarakan pada hari ini pada tanggal kelahirannya 12 Januari, saat beliau genap berusia 70 tahun, atau 18 hari lagi memasuki masa purnabakti sebagai Pegawai Negeri, Aparatur Sipil Negara, Amtenar Pemerintah. Karena beliau adalah sosok peribadi yang patut dijadikan contoh teladan dan panutan, guru yang dapat ditiru dan digugu. banyak hal yang menarik dari karakter dan akhlak keperibadiannya, serta sifat-sifat mulia yang dimiliki, yang perlu menjadi pembelajaran bagi kita, dan bagi semua orang, antara lain :
Teduh dan sejuk, adalah kesan pertama bagi orang yang baru melihat wajahnya, tidak nampak kerut di keningnya, sorot matanya sayu tidak menakutkan, murah senyum, suaranya datar dan pelan. Nampak sekali kalau dia tidak banyak beban dalam pikirannya, tidak ada susah dalam benaknya, tidak ada perasaan sakit di hatinya, jiwanya selalu tentram, tidak banyak keingin yang hendak di raih. Selalu puas dan mensyukuri nikmat yang diperoleh. (wa la’allakum tasykurun)
Sabar, tidak pernah terlihat marah, dicacipun hanya mengurut dada menahan emosinya, tidak memendam dendam di hatinya, sabar dalam menunggu jamaah di Masjid/Musholla, sabar melayani mahasiswanya, dia adalah kekasih Allah yang sabar karena Allah bersama orang-orang yang sabar (innallaha ma’ashobiriin).
Sangat menghargai waktu, datang selalu tepat waktu, tidak pernah terlambat dalam majelis, prinsipnya “lebih baik dia menunggu daripada dia yang ditunggu”.
Tekun, dalam melaksanakan segala aktivitasnya, karena ketekunannya menuntut ilmu, hingga meraih gelar semua jenjang pendidikan, karena ketekunannya pula ia dapat menunaikan setiap amanah dan jabatan yang dibebankan.
Sederhana, hidup sederhana sudah menjadi kebiasaan dalam hidupnya, mungkin terbawa dari kecil warisan orangtuanya, makannya sederhana, sukanya di warung pojok, berpakaian selalu rapih tapi tidak berlebihan, tidak juga mengumpulkan harta lalu menghitung-hitungnya (Padahal ia dapat membangun rumah megah bak istana dan mobil mewah). Baginya warisan untuk anak dan cucu, cukuplah dengan akhlak mulia dan anak-anak yang shaleh.
Tidak banyak bicara, mulutnya selalu terjaga, baginya tidak ada lawan, tidak ada musuh, semua adalah saudara, semuanya kawan dan sahabat.
Suka memberi dan bersedekah, setiap memperoleh sesuatu, selalu ringan tangannya untuk berbagi, terlihat sekali rasa puasnya, bila sesudah memberi.
Rendah hati, tidak sombong, walaupun dia memiliki gelar akademik tertinggi, walaupun menduduki jabatan tinggi, walaupun semua orang hormat padanya, tetapi tidak membuat dia sombong, bertepuk dada, lalu membaggakan diri.
Taat beribadah, setiap dia bepergian ke suatu tempat, maka yang dicari pertama kali adalah masjid atau musholla. Perhatiannya terhadap tempat ibadah sangat tinggi.
Demikian sebagian dari banyak hal yang menarik dalam sisi kehidupan Prof. Siri, sehingga tidak cukup waktu untuk mengurainya, tidak pula cukup kertas dan tinta untuk menulisnya.
Saya mulai mengenalnya sejak awal tahun 80-an, hingga saat ini. 2 tahun terakhir, hampir setiap hari bersamanya di bilik ruang ini, namun belum juga saya temukan celah, titik dosa dan nista. Terkadang rasa cemburu merasuki, ingin rasa seperti dia, tapi hati ini belum sebersih hatinya, setidaknya saya bersyukur karena bisa bersamanya dan memetik sedikit ilmu darinya, minimal ilmu tentang keikhlasan dan ilmu kesabaran.
Semua orang tahu, dia bukan orator yang bisa menggetarkan podium, dia bukan cerdik-pandai yang pintar merangkai kata menarik perhatian, bukan juga waliullah yang suci bagai malaikat atau belum seperti nabi, bukan pula seorang Kiyai yang ahli tafsir, hafal kitab kuning, atau bukan Muballiq kondang sejuta umat, bukan juga sastrawan atau budayawan yang mahir menulis syair jadi buku yang Best Celler. Tapi dia adalah sosok seorang guru sejati, yang memang pantas digugu dan ditiru. Prof. Siri pemilik karakter “Tau Deceng” (kata orang bugis) “madeceng kiniwwanna, madeceng tuo-tuonna, madeceng linona, madeceng akherakna, madeceng gau’na, madeceng keturunanna, madeceng ampena.
Tidaklah berlebihan, kalau seorang teman menyebut Prof. Siri seorang manusia langkah, ditengah zaman keserakahan orang sibuk berburuh dunia yang tak pasti. Prof. Siri adalah seorang manusia yang tak terlihat dosanya atau mungkin memang tak berdosa di era halal-haram semakin samar.
Hari ini Prof. Siri genap berusia 70 tahun. 70 tahun bukan usia yang muda. Negara menghargaimu prof., sehingga memberimu waktu untuk istirahat, UMPAR masih selalu mengharapmu karena engkau pembawa berkah. Hari ini, tidak ada lilin yang dinyalakan, tidak ada kue tart dan nasi tumpeng yang disediakan, tidak pula berpesta kenduri dalam memperingati tanggal kelahiranmu, kecuali hanya selembar uraian kalimat puitis yang sengaja kutulis, kubaca dan kupersembahkan buat “GURU SEJATI” Prof. Dr. H. M. Siri Dangnga, MS.
Wahai …. guru sejati,
Kau tabur lmu di sini
Kau tanam amal jariyah di sini
Kau habiskan waktumu di sini
Engkau yang membuatku mulai pandai berIslam
Engkau yang menunjukanku siratal mustaqim
Engkau mengajariku berprilaku uswatun hasanah
Sang Profesor …
Engkau tak pernah lelah menuntut ilmu
Engkau tak pernah capek menebar kebaikan
Engkau selalu istiqamah beribadah
Engkau pandai memberi manfaat
Engkau cerdas mengelola hidup.
Wahai Guru Sejati ….
Guru sejati, tidak hanya mengajar alif-ba
Guru sejati, tidak hanya mendidik nurani
Guru sejati, bisa di gugu dan ditiru
Guru sejati, gaunna mappanessa
Guru sejati, sifanna mappabati
Tuan guru Siri…
Andai, semua orang sepertimu, amanlah dunia
Andai, semua orang sepertimu, damailah bangsa
Andai semua orang sepertimu, jayalah negeri
Andai semua orang sepertimu, sunyilah neraka
Andai semua orang sepertimu, majulah UMPAR.
Walau namamu tidak tercatat dan sejarah bangsa
Tetapi namamu terukir indah di hati kami
Bagi kami engkau adalah pahlawan pendidikan
Pahlawan tidak kenal lelah, tak mau berhenti
hingga nafas terakhir.(umparmu.umpar.ac.id)