JAKARTA, PIJARNEWS.COM–Puasa di bulan Ramadan merupakan kewajiban bagi setiap umat Islam yang memenuhi syarat. Syarat berpuasa Ramadan sendiri adalah Islam, balig, berakal, suci, dan mampu. Sejak fajar terbit hingga Matahari terbenam, orang yang berpuasa akan menahan diri dari makan, minum, dan hawa nafsu. Di Indonesia, rata-rata orang berpuasa selama 14-16 jam setiap hari. Selama berpuasa, aktivitas sehari-hari pastinya harus berjalan seperti biasa. Salah satunya, adalah bekerja. Lantas, bagaimana hukum puasa bagi orang yang pekerjaannya berat?
Hukum puasa bagi pekerja berat Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah, Musta’in Ahmad menjelaskan bahwa orang yang memiliki pekerjaan berat tetap harus niat berpuasa terlebih dahulu di malam hari sebelumnya.
“Terus bila esok paginya benar-benar bekerja berat, boleh berhutang puasa,” ujarnya dilansir dari Kompas.com, Jumat (7/4/2023).
Orang yang memiliki pekerjaan berat tetap harus berniat dan menjalankan puasa dari pagi. Namun, ketika sedang bekerja ia merasa lapar, haus, dan kesehatannya terancam, ia boleh membatalkan puasa. Sebagai gantinya, dia wajib mengganti puasa di lain hari. Musta’in menambahkan bahwa memang ada pekerja berat yang mendapatkan keringanan untuk tidak berpuasa. Namun, orang ini haruslah memiliki pekerjaan berat secara permanen atau sepanjang tahun.
Apabila tidak bekerja, ia tidak akan mendapatkan penghasilan. Artinya, pekerjaan tersebut merupakan satu-satunya mata pencahariannya,” lanjutnya.
Pekerja berat yang masuk golongan ini maka wajib mengganti puasa dengan membayar fidiah, yaitu memberi makan orang miskin sebanyak hari puasa yang ditinggalkannya. Meski begitu, menurut Musta’in, pekerja yang mendapatkan keringanan tetap harus niat dan berpuasa dulu. Ini karena bisa saja pekerjaan yang ia rencanakan besok pagi itu batal terlaksana sehingga ia tetap wajib berpuasa.
Sementara itu, Dekan Fakultas Adab dan Bahasa UIN Raden Mas Said Surakarta Toto Suharto mengatakan, pekerja berat boleh membatalkan puasanya di siang hari kalau tidak mampu. Namun, ia harus membayarkan hutang puasa itu dengan meng-qada puasanya di lain hari. Jika tidak mampu membayar dengan puasa, maka wajib membayar fidiah. “Kalau sekiranya mampu berpuasa sambil bekerja, maka ini lebih baik,” pungkasnya.
Golongan yang mendapat keringanan Musta’in juga menyebutkan ada empat golongan orang yang mendapatkan keringanan tidak berpuasa di bulan Ramadan. Meski begitu, mereka wajib membayar fidiah kepada orang miskin sesuai jumlah puasa yang ditinggalkannya. Golongan ini yaitu: Orang tua renta atau jompo Perempuan yang lemah karena hamil atau menyusui dan khawatir akan kondisi bayinya apabila ia berpuasa. Orang sakit menahun yang sulit diharapkan kesembuhannya dan amat keberatan melakukan puasa. Pekerja berat yang harus bekerja keras sepanjang tahun demi mendapatkan penghasilan.
Sementara itu dikutip dari situs NU, kitab Bughyatul Mustarsyidin menyebutkan ada enam syarat pekerjaan yang dapat membatalkan puasa. Syarat tersebut, yaitu: Pekerjaan tidak bisa dilakukan malam hari. Pekerjaan tidak bisa ditunda sampai bulan Syawal. Bila bekerja sambil puasa akan merasa sangat kepayahan. Pekerja berat harus niat puasa di malam hari dan berbuka saat tidak mampu. Saat berbuka harus niat untuk memeroleh kemurahan. Bekerja bukan untuk mendapatkan keringanan puasa. Meski begitu, dilansir dari laman MUI, Syekh Wahbah al-Zuhaili dalam karyanya Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu menegaskan bahwa pekerja berat boleh berbuka puasa jika takut kondisi berpuasa mengancam hidupnya. Namun, ia akan berdosa jika membatalkan puasa saat pekerjaannya masih bisa ditinggalkan dan tidak berdampak fatal. (*)
Sumber: Kompas.com