Riyadi mengatakan, penggunaan model tersebut sudah dilakukan jauh sebelum pandemi mengungkung dunia. Sistem ini pertama kali dirintis tahun 2009 hingga 2010 di Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya, Malang untuk memasang model sebagai flatform LMS.
Sejak saat itu, sistem tersebut ditekuni untuk kegiatan pembelajaran dan mulai disosialisasikan kepada dosen untuk memanfaatkan sistem yang terpasang. Riyadi mengatakan, aplikasi tersebut juga sudah diterapkan di sejumlah kampus yakni UIN Malang, Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin dan IAIN Parepare.
Riyadi mengutarakan, pemanfaatan LMS, baik itu model, edlink, topclass, blackboard, dan aplikasi sejenis tidak dimaksudkan untuk menggantikan kelas konvensional, tetapi justru untuk memperkuat dan memperkaya materi pembelajaran konvensional.
Artinya, menyediakan layanan materi tak terbatas, sumber-sumber pengetahuan yang tidak lagi dibatasi oleh zona dan waktu, kemudian meningkatkan akses mahasiswa ke berbagai sumber pengetahuan dan kesempatan untuk mendapatkan peluang kerja, peluang bisnis, bertani dan mahasiswa bisa membantu orang tua. Hal serupa juga bisa dilakukan para dosen seperti aktif melakukan penelitian. Sebab materi yang diunggah di sistem pembelajaran memudahkan dosen dan mahasiswa. Sistem pembelajaran ini sudah lama diterapkan di negara-negara maju.
Berbeda dengan Indonesia yang terbilang baru dalam pemanfaatan LMS, di luar negeri, pembelajaran virtual sudah lama dilakukan. Di Australia misalnya, merintis modular of check oriented environment, dan mayoritas menggunakan sistem ini. Misalnya di Victoria University. Kemudian, di salah satu Politeknik Inggris dapat menghandel 250 ribu mahasiswa dengan sistem yang dinamakan model itu.
Riyadi mengatkan sistem pembelajaran dengan model LMS dilakukan sebelum pandemi dan dengan cara yang bervariasi. Tergantung dari kesepaktan dosen dan mahasiswa. Ia juga mengatakan, bahwa mahasiswa S3 Universitas Brawijaya Malang mereka yang tinggal di Jakarta juga kuliah jarak jauh. Dengan kondisi tersebut maka akan semakin membuka peluang untuk boarderless learning atau pembelajaran tanpa batas waktu dan batas ruang.
“Ini sebenarnya mulai dirintis, apalagi masa pandemi ini mahasiwa kami S3 yang ada di Jakarta juga kuliah jarak jauh. Dengan kondisi seperti ini maka akan semakin membuka peluang untuk ber-boarderless learning,” ungkap pria kelahiran 1960 asal Blitar ini.
Meski ke depan pandemi berakhir, lanjut pengusaha minuman kesehatan Javacola yang diolah dari buah Maja ini, justru bisa diperhatikan penggunaannya. Karena dengan menggunakan sistem ini, dosen lebih inovatif, lebih kreatif, sehingga boleh dikatakan boarderless learning, pembelajaran tanpa batas waktu, tanpa batas ruang, bisa mengikuti ujian di mana saja, dan kapan saja.
Peserta pembelajaran virtual tampak antusias dalam mengikuti presentasi pemateri. Mereka bisa menggunakan model kemudian mengunggah tugas. Hal itu merupakan awal yang baik bagi dosen.