JAKARTA, PIJARNEWS.COM--Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai serangan Hamas ke Israel beralasan dan dapat dijustifikasi. Sementara Majelis Ulama Indonesia dan Pengurus Besar Nadhlatul Ulama mendorong penyelesaian yang mengedepankan keadilan dan kemanusiaan.
Israel mulai Senin (9/10/2023) melakukan “pengepungan total” terhadap Gaza dengan mematikan saluran listrik dan air, menyetop pengiriman makanan dan bahan bakar.
“Kami berperang melawan manusia yang tidak berperikemanusiaan, dan kami bertindak sesuai dengan hal itu,” tegas Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant seiring terus meningkatnya serangan udara ke wilayah kantong berpenduduk 2,3 juta jiwa itu dikutip dari voaindonesia.com.
Serangan balasan Israel ini merupakan tanggapan terhadap serangan Hamas ke wilayah Israel Sabtu lalu (7/10/2023) lalu yang paling masif dalam puluhan tahun. Sejauh ini korban tewas sudah lebih dari 1.200 orang, baik yang berada di wilayah Israel maupun di Gaza. Sementara dua ribuan lainnya luka-luka.
Diwawancara dari VOA , mantan Wakil Presiden Indonesia Jusuf Kalla menyerukan semua pihak melihat masalah ini dengan jernih karena menilai serangan Hamas itu beralasan.
“Negara atau bangsa yang diduduki tentu ingin merdeka, ingin bebas. Semua negara begitu. Seperti Indonesia, kita berperang melawan Belanda dulu karena ingin merdeka. Tentu itu alasannya,” komentarnya.
(Jadi alasan Hamas untuk menyerang Israel bisa diterima?).
“Tentu! Tapi terbelah juga, mereka yang mendukung Palestina tentu menilai serangan Hamas baik. Tetapi mereka yang mendukung Israel, seperti Amerika, pasti menilai serangan Hamas itu tidak benar,” imbuhnya.
MUI: Serangan Hamas Tidak Akan Terjadi, Jika Israel Menaati Solusi Dua Negara
Hal senada disampaikan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional Dr. Sudarnoto Abdul Hakim. “Serangan ini tidak akan dilakukan Hamas jika Israel menaati solusi dua negara yang ditetapkan PBB,” ujarnya.
Lebih jauh ia menambahkan “penyelesaian two-state-solution itu sudah sangat moderat tapi tidak bisa dilaksanakan karena terjadi pelanggaran-pelanggaran yang sangat fundamental. Beberapa kali, bahkan sering kali dilanggar, terutama yang terakhir di Masjid Al Aqsa, di mana kenyamanan orang untuk beribadah terganggu, adzan tidak diperbolehkan, sementara orang-orang Yahudi meniup terompet, yang mengganggu sekali.”
Sudarnoto menilai “kesalahan-kesalahan yang dilakukan Israel sudah bertumpuk luar biasa dan masyarakat di Palestina, terutama faksi-faksi yang ada, seperti Hamas, gerah juga. Jadi yang dilakukan Hamas ini adalah upaya yang kesekian kalinya untuk memerdekan Palestina. Walaupun memang berisiko tinggi karena akhirnya warga sipil yang menjadi korban, baik di Palestina maupun Israel.”
Meskipun demikian Sudarnoto menyerukan digunakannya pendekatan kemanusiaan dan keadilan untuk mencari solusi, dan menghentikan kekerasan di wilayah itu.
PBNU Minta Anggota Tetap DK PBB Tak Gunakan Hak Veto Demi Bela Salah Satu Pihak Saja
Melihat semakin besarnya jumlah korban jiwa dan luka-luka akibat pertempuran di antara Israel dan Hamas ini, apapun alasannya, Ketua Umum PBNU KH. Yahya Cholil Staquf menyerukan dihentikannya segera kekerasan yang berujung perang ini. “Hentikan kekerasan di wilayah keduanya,” ujar Gus Yahya, Senin sore (9/10).
Gus Yahya yang selama ini aktif dalam kampanye perdamaian global dan kerap mendorong agama sebagai solusi konflik dunia menyerukan agar anggota-anggota tetap Dewan Keamanan PBB “tidak menggunakan hak veto hanya demi membela salah satu pihak.”
“Masyarakat internasional harus bertindak dengan langkah-langkah yang lebih tegas (decisive) menuju penyelesaian yang adil atas masalah Israel dan Palestina sesuai hukum dan kesepakatan-kesepakatan internasional yang ada,” tegasnya.
Gus Yahya: “Jadikan Identitas dan Seruan Agama untuk Resolusi Konflik”
Lebih jauh pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Rembang itu, mengajak semua pihak untuk tidak menggunakan identitas dan seruan agama untuk memupuk permusuhan, tetapi justru “untuk menggulirkan upaya resolusi konflik di semua tingkatan, baik di tingkat struktur politik maupun komunitas.”
Di bagian akhir wawancara khusus VOA dengan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, ia mengingatkan dampak luas yang akan dirasakan banyak negara jika pertempuran Israel dan Hamas ini berkelanjutan; terlebih jika Israel melancarkan serangan darat, sebagaimana isu yang berhembus.
Selain jatuhnya korban jiwa, Jusuf Kalla menilai perang di Gaza ini akan semakin memperumit upaya normalisasi hubungan yang sedang diupayakan beberapa negara di Timur Tengah dengan Israel, khususnya dengan Arab Saudi.
“…Negara-negara seperti Saudi, UEA, Qatar kini berada dalam posisi sulit. Jika memberikan dukungan pada Palestina, sulit nanti (hubungannya dengan Israel). Jika tidak memberikan dukungan pada Palestina, sulit juga nanti di dalam negerinya sendiri. Jadi Saudi atau negara-negara lain kini dalam posisi sulit untuk ke depan,” ujarnya. (*)
Sumber: voaindonesia.com