BANGKOK, PIJARNEWS.COM — Polisi Wanita (Polwan) di Asia Tenggara, jarang diizinkan berpatroli. Mereka diberikan peran sebagai tenaga administratif yang menghambat karir mereka.
Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Organisasi Polisi Internasional Interpol, Rabu (26/8/2020), melaporkan, wanita menyumbang 6 persen hingga 20 persen petugas polisi di 10 anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN).
Menurut sebuah studi baru oleh Interpol, Kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan (UNODC) dan UN Women, jumlah polisi wanita dalam peran kepemimpinan masih rendah.
Masih sedikit ditempatkan untuk peran operasional, seperti patroli atau pengumpulan intelijen, mendukung karir dalam penegakan hukum.
Penelitian itu, mewawancarai hampir 200 petugas polisi perempuan dan laki-laki di seluruh wilayah, menemukan bahwa perempuan menginginkan lebih banyak pengalaman operasional. Tetapi merasa mereka biasanya tidak didorong untuk melakukannya.
“Untuk melawan kejahatan yang menjadi prioritas wilayah ini, pemerintah membutuhkan intelijen,” kata perwakilan regional UNODC Jeremy Douglas, di acara Bangkok untuk meluncurkan laporan tersebut.
“Wanita sering kali memiliki denyut nadi komunitas mereka dan tahu lebih banyak tentang kondisi lokal. Bahkan lebih luas daripada pria,” katanya kepada Thomson Reuters Foundation.
Menurut penelitian tersebut, sebagian besar negara Asia Tenggara memiliki kuota untuk mempekerjakan petugas polisi wanita. Target untuk meningkatkan perekrutan wanita, biasanya antara 10 persen dan 30 persen.
Tetapi kuota semacam itu sering digunakan sebagai batas atas untuk mengatur akses perempuan ke profesi, yang bertindak sebagai batasan berapa banyak petugas perempuan yang dapat direkrut pada tahun tertentu.
Indonesia memiliki persentase terendah petugas wanita di lembaga penegakan hukum sebesar 6 persen. Laos memiliki persentase tertinggi dengan 20 persen.
Selain itu, kata dia, ditemukan bahwa ketika ditempatkan di bagian operasional, petugas perempuan membangun kepercayaan dengan masyarakat, meningkatkan tanggapan terhadap kejahatan seksual dan berbasis gender, dan mengurangi situasi tegang.
“Kami tidak akan mencapai ruang di mana Anda memiliki kepercayaan penuh dari masyarakat jika kita tidak melihat keragaman gender,” kata Mohammad Naciri, direktur Wanita PBB untuk Asia dan Pasifik. (er/*)
Sumber: CNA