PAREPARE, PIJARNEWS.COM – Badan Kebijakan Transportasi Kementerian Perhubungan (Kemenhub) bersama anggota Komisi V DPR RI Muhammad Aras melakukan Sosialisasi Kebijakan dan Strategi Pengembangan Perkeretaapian Makassar – Parepare Dalam Mendukung Pariwisata di Hotel Bukit Kenari, Jl Jenderal Sudirman No. 65, Kelurahan Cappa Galung, Kecamatan Bacukiki Barat, Kota Parepare, Rabu (10/5/2023).
Kegiatan itu dihadiri Analis Kebijakan Utama Badan Kebijakan Transportasi Kemenhub Umar Aris beserta jajarannya, Wali Kota Parepare yang diwakili Wawali Pangerang Rahim, perwakilan dari Pemkot Makassar, para pembicara dan tamu undangan lainnya.
Umar Aris mengatakan hadirnya kereta api di Sulsel khususnya Makassar – Parepare tentu akan menghadirkan dampak multiplayer efek. Dampak-dampak ke sektor wisata, perdagangan, ekonomi dan ini harus didukung positif.
“Alhamdulillah, Pak Aras konsisten mendampingi kami khususnya di Sulsel,” ucapnya.
Dari hasil kunjungan di Sulsel melihat perkembangan KA, Umar Aris menilai potensial sangat dahsyat dari hadirnya KA di Sulsel. “Yang paling penting kuncinya adalah sinergi dan kolaborasi ke arah penyelesaian masalah, baik dari pemerintah daerah maupun pusat,” ujarnya.
Saat ditanyakan, apakah jalur KA Makassar – Maros menggunakan rel darat atau mengikuti keinginan Wali Kota Makassar menggunakan rel layang, Kepala Pusat Kebijakan Keselamatan dan Keamanan Transportasi Badan Kebijakan Transportasi Kemenhub, Jumardi mengatakan dari awal itu tidak membicarakan teknologi konstruksi karena memang di KA itu ada 3 jenis teknologi konstruksi. Pertama, adgret (rel menempel di tanah), kedua (elevided) bentuknya fly over kemudian ketiga (underground) atau terowongan di bawah tanah.
“Biayanya untuk perbandingan, kalau 1 Km adgret itu kita anggap 1 tapi kalau elevided itu kita anggap 4. Misalnya, 1 km jalan rel itu dibangun (Rp 50 miliar) maka elevided itu Rp200 miliar, kalau terowongan itu perbandingannya 10. Jadi kalau menggunakan terowongan 1 km itu menggunakan anggaran Rp500 miliar,” jelas Jumardi.
Dia pun mengungkapkan hingga saat ini mengapa rel kereta api belum sampai di Parepare. “Kontur di Kota Parepare itu didominasi pegunungan, jadi kalau kita mempertahankan jalur kereta api itu lurus, artinya terowongan sudah dihitung dulu untuk sampai di Parepare itu butuh 3,5 km terowongan. Berarti hampir Rp2 triliun hanya membangun 3,5 km,” paparnya.
“Inilah yang perlu kita review dan meminta pendapat dari pakar. Mana yang secara ekonomis bisa kita lakukan, apakah kita belokkan atau terus lurus, tapi dengan konsekuensi biaya yang besar tanpa dampak ekonomi sama sekali karena di dalam terowongan, siapa yang mau melakukan ekonomi? ” ucapnya. (*)
Reporter : Wahyuddin