Bahagia sekali rasanya menerima stroberi dari sahabat, saat sedang menikmati kopi Sweetness sambil nonton piala dunia. Duduk manis menanti laga Argentina malam ini mengingatkan pada kenangan piala dunia 2002 bertempat di negeri kolaborasi Sakura dan Gingseng, Jepang Korea Selatan. Mohon tidak ajukan pertanyaan; kenapa saat itu Korea Selatan tidak mengajak Korea Utara melakukan fusion seperti Goten dan Trunks yang menjadi Super Saiya, mungkin nuklir kala itu masih jadi pilihan baik untuk menghancurkan, bukan proxy war.
Eits… perihal kenangan piala dunia 2002, hidup masih culun-culunnya seperti Iqbal Dilan waktu itu. Bapak memberikan baju Argentina nomor punggung Sembilan bertuliskan nama Batistuta. Baju itu tak pernah dicuci sepanjang piala dunia berlangsung, dan setia menemani empunya menyaksikan laga Argentina. Sayang sekali, tendangan halilintar Batistuta selalu meleset dan terbuang keluar bukan pada tempatnya. Argentina akhirnya harus menelan pil pahit hingga sama sekali sangat jauh untuk mencium bau surga juara.
Argentina pada setiap perhelatan piala dunia selalu menjadi unggulan juara. Namun pil pahit di tahun 2002 itu tim Tanggo harus telan dengan minuman air laut. Bagaimana tidak, kegemilangan skuad Argentina masa itu mencapai puncaknya. Siapa yang tak kenal benteng kuat bek dunia Walter Samuel, Ayala, Juan Sorin, Diego Placente. Gelandang serang mematikan Javier Zanetti tandem dengan Pablo Aimar, Veron, Diego Simeone, Matias Almeyda. Juga penyerang haus gol Gabriel Batistuta, Hernan Crespo, Ariel Ortega dan Kiper terbaik German Burgos. Pelatih ternama Marcelo Bielsa dan dunia tak pernah menduga Argentina tim andalan yang menyimpan sejarah keramat tangan Tuhan di negerinya harus balik kanan pulang kampung sangat dini, tak lolos babak penyisihan grup piala dunia 2002.
Argentina pada piala dunia 2002 harus tenggelam, kalah dan menghadapi masa kelam. Semoga Messi dkk, pada piala dunia 2018 di Rusia tidak mengulang kegelapan yang sama. Sebagai penganut permainan tango, deg-degan dan gusar sangat terasa saat ini. Islandia dengan jumlah penduduk tak lebih dua ratus ribu itu, dengan luas wilayah sekira-kira Kota Parepare. Negara dengan durasi siang hari dua puluh dua jam dan malam hari hanya dua jam itu mampu menahan imbang Argentina pada laga perdana. Tim debutan ini memenangkan psikologi permainan saat kiper timnas Islandia yang juga sutradara, Hanners Halldorsson menahan tendangan pinalti bayi ajaib Lionel Messi. Sekali lagi Messi mengulangi kesalahan Gabriel Batistuta yang membuang bola bukan pada tempatnya. Walaupun demikian harapan Argentina menjadi juara piala dunia 2018 masih terbuka, campeao!
Namun yah… bola selalu bundar dan terkadang berwarna. Uniknya lagi bola piala dunia 2018 yang dihelat di Rusia berasal dari Indonesia. Negeri dengan keberagaman luar biasa dan ‘manusia sampah’ yang keren. Begitu banyaknya sampah di Indonesia yang beragam, bisa membuat seorang tukang sampah menjadi miliader millennial. Tak percaya?, itulah tolong perhatikan pesan-pesan leluhur kita terdahulu yang kekinian dengan meme saat ini. Pertama: Banyaklah berkunjunglah ke kuburan, agar ingat kematian adalah bagian nyata dari kehidupan. Kedua: Banyaklah berkunjung ke tempat sampah, agar ingat kebersihan adalah sebahagian dari kekayaan (read: keimanan).
Akhirnya sebagai ibrah untuk kita bersama pada musim Piala Dunia dan Pemilihan Pemimpin ini. Mari tetap mendukung Argentina dan memilih calon pemimpin, Presiden hingga Ketua RT, juga Ketua Asosiasi Anak Playgroup se Dunia sekalipun yang mampu menjadi teladan. Terkhusus pemimpin yang megajak pemilihnya untuk membuang sampah pada tempatnya. Sekali lagi sebagai bangsa yang beragam dan keren kita patut bersyukur karena ‘Buang Sampah Pada Tempatnya’ masih bahasa Indonesia, bukan bahasa Rusia.
Ibrah La Iman
Penulis The Spirit of Parepare