MAKASSAR, PIJARNEWS.COM — Menanggapi pemberitaan sejumlah media terkait kematian Amril yang tewas akibat ditembak oleh anggota Polsek Mangkutana, Luwu Timur, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar menilai ada dugaan kuat pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dalam penaganan yang dilakukan oleh Polisi tersebut.
Amril tewas ditembak oleh anggota polisi Polsek Mangkutana, di Jalan Trans Sulawesi, Desa Mulyasri, Kecamatan Tomoni, Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Senin (19/2/2018), dengan luka tembak di bagian perut dan dada, setelah sebelumnya juga ditabrak dengan Mobil Polisi.
Video tertembaknya Amril pun beredar luas dan sempat ditayangkan di salah satu media online inikata.com/video-sadis-sebelum-tewas-tertembak-amril-ditabrak-mobil-polantas-terlebih-dahulu.
Diberitakan sebelumnya Amril mengamuk di Pasar Wonorejo, Luwu Timur, dengan membawa parang, dan menghadang warga serta kendaraan yang lewat.
LBH Makassar menilai dengan adanya rekaman CCTV yang beredar, kuat dugaan Anggota Kepolisian melakukan Pelanggaran HAM. Tindakan menabrak Amril dengan mobil, merupakan tindakan yang sadis, brutal dan sangat tidak manusiawi.
Kepala Divisi Hak Sipil dan Politik LBH Makasar, Azis Dumpa mengatakan, dalam kasus tewasnya Amril mengindikasikan pula adanya dugaan pelanggaran prosedur pengunaan kekuatan sebagaimana diatur dalam perkap No 1 tahun 2009 tentang penggunaan kekuatan dalam pelaksanaan tugas kepolisian.
Lebih lajut dijelaskan, menghentikan pelaku kejahahatan harusnya dilakukan memenuhi prinsip proporsionaltas, yakni ada keseimbangan antara ancaman yang dihadapi dan pilihan tindakan yang digunakan. Menabrakan mobil jelas tindakan yang tidak manusiawi karna membahayakan nyawa. Padahal anggota Polisi masih memiliki opsi lain yang bisa digunakan.
“Kami menilai ada dugaan pelanggaran HAM disini, dimana seharusnya dalam penaganan saat Amril mengamuk dan membawa senjata tajam serta mengancam warga, Polisi seharusnya melumpuhkan Amril dengan cara menembak bagian kaki misalnya, nah inikan tidak, Polisi justru langsung menembak Amril di bagian perut dan dadanya, apalagi sebelumnya Amril sempat ditabrak dengan menggunakan mobil Polisi,” Kata Azis, saat dihubungi Pijar, via ponsel, Kamis (22/2/2018).
Selain itu dikatakan, penggunaan senjata api pada prinsipnya hanya dibolehkan sebagai upaya terakhir untuk menghentikan pelaku kejahatan atau tersangka, dalam keadaan ada ancaman terhadap jiwa manusia yang sifatnya seketika. Sehingga, konteksnya hanya untuk melumpuhkan. Kondisi korban yang mengalami luka tembak di bagian dada dan perut, mengindikasikan bukan untuk melumpuhkan karna mengenai organ vital manusia, yang sangat besar kemugkinannya mengakibatkan kematian.
“Kami menilai adanya dugaan ketidakprofesionalan anggota Polisi dalam peristiwa tersebut, untuk itu kami minta siap pun yang terlibat harus diproses hukum baik secara disiplin atau hukum pidana,” harapnya.
Lebih lanjut dikatakan, dugaan tindak pidana peganiayaan yang mengakibatkan kematian itu melanggar Pasal 351 ayat 3 KUHP, Kekerasan dimuka umum secara bersama-sama yang mengakibatkan kematian Pasal 170 ayat 2 ke-3 KUHP, bahkan pembunuhan Pasal 338 KUHP jika ternyata anggota Polisi dengan sengaja mengarahkan tembakan di dada dan perut padahal diinsyafi atau disadari tindakan penembakan itu, akan megakibatkan kematian.
” Untuk itu, LBH Makassar meminta Polda Sulsel memerproses hukum dan disiplin secara serius terhadap anggotanya yang terlibat dalam tewasnya Amril,” Kata Azis.
Azis berharap, pihak Polri dal;am hal ini Polda Sulsel, harus melakukan evaluasi terhadap kinerja seluruh anggotanya. Dari rangkain peristiwa ini, yang menimbulkan kesan masih ada kultur kekerasan di tubuh Polri dalam pelaksanaan tugasnya. Sehingga sudah semestinya Polri serius melakukan reformasi di Internal Institusinya.
“Harusnya yang dilakukan Polri, mengubah pendekatan dengan kekerasan menjadi pendekatan yang manusiawi. Apalagi Polri sudah memiliki Perkap No. 8 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsi-prinsip HAM dalam Pelaksanaan Tugas Kepolisian yang wajib digunakan sebagai acuan,” harapnya.
Selain itu, LBH Makassar juga mendesak Komnas HAM untuk segera melakukan penyelidikan atas dugaan pelanggaran HAM dalam kasus ini, serta membuka peluang bagi kelurga korban mana kala membutuhkan pendampingan hukum. (rls/abd)