SIDRAP, PIJARNEWS.COM — Meski berada jauh di puncak pegunungan yang ada di wilayah kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan, namun Desa Leppangeng ternyata memiliki penerangan listrik sendiri. Bahkan warga di desa ini lebih dahulu menikmati listrik ketimbang Desa Compong yang posisinya lebih dekat dari ibu kota kecamatan Pitu Riase. Untuk ke Desa Leppangeng harus melewati Desa Compong.
Sudah bertahun-tahun masyarakat di Desa Leppangeng ini menikmati aliran listrik dari pembangkit mikrohidro atau pembangkit listrik berskala kecil dengan menggunakan kincir yang digerakkan oleh tenaga air.
Keberadaan pembangkit listrik mikrohidro ini merupakan bantuan dari pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Dan sudah dinikmati masyarakat selama bertahun-tahun.
“Alhamdulillah selama ini kita sudah menikmati listrik. Kita lebih dulu dari pada Desa Compong yang jaraknya lebih dekat dengan kota,”kata Sekretaris Desa (Sekdes) Desa Leppangeng, Siduman.
Untuk pemeliharaan dan teknisi mesin pembangkit listrik, ditugaskan satu orang warga setempat yang rutin mengontrol kondisi mesin yang digerakkan oleh tenaga air. Lokasi mesin berjarak sekitar 4 kilometer dari pemukiman warga.
Listrik di desa yang memiliki 5 dusun ini menyala 24 seperti listrik yang dinikmati oleh masyarakat perkotaan. Hanya saja kadang dimatikan beberapa jam disiang hari untuk mengistirahatkan kerja mesin. “Kadang kalau siang mesinnya diistirahatkan biar awet,” ungkap Siduman.
Sekretaris Kecamatan (Sekcam) Kecamatan Pitu Riase Jemmy Harun beserta salah seorang kepala seksinya menyempatkan diri meninjau lokasi pembangkit listrik tenaga mikro hidro ini. Untuk menuju lokasi harus berjalan kaki sekitar 1 kilometer lebih.
Untuk tiba di lokasi harus melewati jalan setapak. Jalanan ini hanya bisa dilalui dengan berjalan kaki. Yang lebih mengerikan, menuju lokasi harus berhati-hati dengan lintah. Rombongan Sekcam tidak satupun yang luput dari gigitan lintah sampai akhirnya meninggalkan lokasi dengan beberapa bekas gigitan lintah di kaki.
Pembangkit listrik di desa ini dipelihara secara swadaya oleh masyarakat setempat. Untuk biaya pemeliharaan ini berikut honor teknisinya, warga dibebankan iuran bulanan sebesar 10 ribu rupiah.
“Setiap bulan warga dibebankan iuran listrik 10 ribu per rumah. Itu di kumpul di masjid pada waktu yang telah di tentukan,” beber Siduman.
Sekcam Pitu Riase sendiri mengaku kagum dengan keberadaan pembangkit listrik tersebut. “Ini semua anugerah Tuhan lewat potensi alam. Masyarakat disini harus banyak bersyukur. Selain pemandangan alamnya yang luar biasa, hasil bumi berupa Cengkeh yang bisa menjamin hidup masyarakat disini, ternyata alam juga menyiapkan aliran air yang bisa menjadi sumber listrik tanpa BBM bagi warga disini. Saya bangga di desa ini semua komplit, “pungkasnya.
(hmz/abd)