Oleh: Muhammad Ali Afsar
(Mahasiswa Jurusan Hukum Tata Negara Fakutas Syariah dan Hukum UIN Alauddin)
Indonesia masih mengejar ketertinggalan guna mewujudkan pendidikan yang merata. Di pelosok Majene, pendidikan masih menjadi barang mewah.
Pendidikan merupakan upaya secara sadar untuk membantu jiwa manusia baik lahir maupun batin, dari sifat koadratnya menuju ke arah peradaban yang manusiawi dan lebih baik. Sejarah membuktikan bahwa pendidikan telah menjadi bagian esensial dalam kehidupan manusia sejak lahir, sebagai interaksi antara individu dengan berbagai entitas seperti sesama manusia, masyarakat, dan lingkungan sekitar.
Proses pendidikan merupakan rangkaian berkelanjutan yang tidak pernah berakhir, dimana tujuannya adalah menciptakan kualitas yang diperlukan bagi generasi manusia masa depan, yang bersumber dari nilai-nilai budaya bangsa.
Pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam semua aspek kehidupan manusia. Pengaruh pendidikan sangat signifikan dalam menjaga keberlangsungan hidup manusia dengan membangun interaksi yang positif dengan sesama, sehingga kebutuhan hidupnya dapat terpenuhi dengan lebih mudah.
Di Indonesia, peran dan tujuan pendidikan diatur dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Undang-undang tersebut mencakup berbagai aspek pelaksanaan pendidikan nasional di Indonesia, termasuk definisi pendidikan, fungsi dan tujuan pendidikan, beragam jenis pendidikan, jenjang pendidikan, standar pendidikan, dan lain sebagainya. Dengan demikian, harapan dan arah pendidikan di Indonesia telah ditetapkan dengan jelas. Oleh karena itu, semua elemen masyarakat, termasuk Pemerintah Pusat, Provinsi, bahkan Daerah, harus memberikan perhatian dan tanggung jawab terhadap pendidikan untuk menjaga kelangsungan bangsa Indonesia.
Kabupaten Majene juga dikenal sebagai Kota Pendidikan karena dulunya menjadi pusat pendidikan Afdeling Mandar. Kemungkinan hal ini menjadi dasar pemilihan Majene oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat sebagai pusat layanan pendidikan atau yang sering disebut kota pendidikan. Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten Majene harus mampu membuktikan keunggulannya di bidang pendidikan dibandingkan dengan kabupaten lain di Provinsi Sulawesi Barat.
Berdasarkan penglihatan secara realita, pendidikan yang ada di kabupaten Majene masih menjadi masalah. Masalah tersebut dapat berdampak luas terhadap kemajuan kualitas sumber daya manusia. Dilansir dari Badan Pusat Statistik (BPS) Sulbar dan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sulbar, tahun 2022 angka putus sekolah anak usia 7-15 tahun di Kabupaten Majene mencapai pada angka 1.885. Berdasarkan data BPS dalam rentan waktu tahun 2023-2024, penduduk menempuh jenjang sekolah rata-rata selama 9 tahun.
Selain itu data yang dikeluarkan BPS mengenai angka partisipasi murni untuk sekolah dasar yaitu 95%, sekolah menengah pertama 77% dan sekolah menengah atas atau setingkatnya mencapai angka 69%. Sedengkan angka pertisipasi kasar yang ada di Kabupaten Majene untuk sekolah dasar mencapai angka 104%, sekolah menengah pertama 88% dan sekolah menengah atas atau setingkatnya 87%.
Dari data tersebut, kesenjangan pendidikan yang ada di Kabupaten Majene masih sangat jauh dari kata pendidikan yang inklusif. Hal tersebut dikarenakan akses pendidikan yang terbatas di kabupaten Majene, terutama di daerah pelosok. Pemerintah dan masyarkat belum menjadikan pendidikan sebagai prioritas utama, hal ini disebabkan oleh kondisi perekonomian, paradigma berpikir, sarana dan prasarana, dan akses pendidikan belum merata.
Salah satu faktor yang memengaruhi angka putus sekolah di Kabupaten Majene, yaitu perekonomian dan paradigma berpikir masyarakat. Perekonomian keluarga yang kurang mampu menjadi salah satu alasan anak-anak usia sekolah justru mengubur dalam-dalam impian itu untuk menempuh pendidikan. Mereka terpaksa memilih untuk bekerja demi membantu perekonomian keluarga dibandingkan melanjutkan pendidikan.
Edukasi mengenai pentingnya pendidikan di Majene masih sangat kurang, sehingga pelajar tidak segan-segan berhenti sekolah dan memilih memasuki dunia kerja. Karena masalah pendidikan bukan hanya terkait soal pendidikan, dukungan masyarakat juga diperlukan untuk membangun kesadaran pentingnya pendidikan. Pendidikan adalah hak seluruh warga negara yang diakui secara universal, namun realitanya banyak anak di daerah terpencil, keluarga miskin, atau kaum marginal tidak mendapatkan kesempatan yang sama dalam dunia pendidikan.
Ketika akses pendidikan terganggu, hak mereka untuk berkembang dan berkontribusi pada masyarakat juga dirampas. Urgensi dalam mencapai pemerataan akses terhadap pendidikan adalah untuk menghilangkan sifat kapitalisme dalam dunia pendidikan itu sendiri. Maksud dari kapitalisme pendidikan yaitu hanya para kaum borjuis yang dapat menikmati dunia pendidikan. Sementara itu jika dibandingan dengan anak di daerah terpencil/atau para kaum marginal, duduk dibangku sekolah dan mengenyam dunia pendidikan dapat dikatakan suatu keberuntungan jika mereka dapat merasakannya.
Hal ini disebabkan oleh biaya yang diperlukan untuk mengenyam dunia pendidikan mahal. Dari situlah awal paradigma mereka muncul bahwa melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi adalah beban. Bagi mereka lebih baik mencari pengahasilan di usia dini untuk menyambung kehidupan di esok hari. (*)
Tulisan opini yang dipublikasikan di media online ini menjadi tanggung jawab penulis secara pribadi. PIJARNEWS.COM tidak bertanggung jawab atas persoalan hukum yang muncul atas tulisan yang dipublikasikan.