PAREPARE, PIJARNEWS.COM — Kasus sengketa Pilkada yang berproses di Mahkamah Konstitusi (MK), sebagian besar ditengarai karena manipulasi Surat Keterangan (Suket) dari Disdukcapil. Baik pemalsuan data, data ganda, dan sejenisnya.
Terkait hal itu, pengamat hukum dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Sunan, Muhammad Nasir Dollo, SH, MH, menyebut manipulasi suket merupakan pelanggaran hukum serius.
“Tidak semua pelanggaran yang berhubungan dengan Pilkada hanya dijerat pakai UU Pilkada. Misalnya jika ada insiden kekerasan selama Pilkada, itu bisa dijerat KUHP. Nah pemalsuan data atau manipulasi suket bisa dijerat pula dengan UU Administrasi Kependudukan,” beber Nasir.
Nasir menjelaskan, suket yang diterbitkan Disdukcapil harus sesuai dengan data base kependudukan. Jika suket yang terbit datanya tidak sesuai, itulah yang dimaksud manipulasi. Apalagi jika itu menguntungkan paslon tertentu.
Ancaman hukuman bagi pelanggar UU Administrasi Kependudukan juga tidak main-main. Minimal 6 tahun penjara. “Jika ada bukti bahwa suket dimanipulasi, 1 lembar pun itu sudah bisa dijerat,” ungkap akademisi Universitas Muhammadiyah Parepare itu.
Penerapan pasal UU Administrasi Kependudukan adalah salah satu jalan jika pelaku beralibi bahwa surat keterangan yang terbit itu tidak ada hubungannya dengan Pilkada.
Sementara pada UU Pilkada nomor 1 tahun 2015, sebagaimana diubah terakhir melalui UU nomor 10 2016, pada Bab XXIV Ketentuan Pidana, pasal 177 menyebutkan bagi pihak yang memberikan keterangan yang tidak benar/palsu dikenakan penjara paling lama 12 bulan.
Pada Pasal 178C disebutkan, bagi yang menyuruh orang yang tidak berhak memilih memberikan suaranya 1 kali atau lebih, pada 1 TPS atau lebih, dipidana minimal 36 bulan (3 tahun), maksimal 144 bulan (12 tahun). (*)
Editor : Alfiansyah Anwar