PAREPARE, PIJARNEWS.COM — Hari Santri Nasional (HSN) diperingati setiap tahunnya di Indonesia pada 22 Oktober. Untuk tahun ini sudah memasuki tahun ketiga diperingati. Memaknai hari santri, merupakan penghargaan pemerintah atas keterlibatan kaum sarungan dalam memperjuangkan kemerdekaan seperti dalam peristiwa deklarasi Resolusi Jihad yang dilakukan pendiri Nahdhlatul Ulama (NU) KH. Hasyim Asy’ari di Surabaya 22 Oktober 1945.
Namun Berbeda dengan Kiai Budiman melalui akun facebooknya menuliskan makna hari santri. Ia mengatakan, konon kata Santri berasal dari dua kata “San” yaitu Sanubari, yang berarti hati, batin/nurani dan perasaan batin. Dan “Tri” yang berarti tiga.
“Kata santri dapat bermakna kesadaran yang berurat berakar dalam diri seseorang dengan tiga relasi sekaligus diantaranya, Tuhan, Manusia dan Alam. Untuk membangun kesadaran tersebut harus mulai dari pola pembinaan yang intensif, berkelanjutan dan penuh ketulusan. Disinilah lahir lahir komitmen yang kuat dari para Masiyayikh, Asatidz, Kiai (anre) gurutta dari para Mahasantri untuk membuka lembaga pendidikan yang bernama Pesantren,” tulis Budiman di laman facebooknya Ahad, 21 Oktober 2018.
Ia menjelaskan, bahkan jika dikaitkan dengan kata Santri dan Pesantren maka keduanya ibarat sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Santri adalah sosok manusia yang memiliki kesadaran yang kuat yang sudah membatin dalam hubungannya dengan Allah, sesama manusia maupun lingkungan sekitarnya.
Budiman mengatakan, Pesantren merupakan kawah candradimuka santri menimba ilmu dalam rangka upaya pengukuhan kesadaran itu. Pesantren/ma’had terambil dari bangunan huruf ‘Ain, Ha dan Dal yang berarti janji atau komitmen, karena ini menunjuk pada kata tempat. Dan Ma’had adalah kata tempat merajut komitmen.
“Hari santri setiap tanggal 22 Oktober sejak 2015, menjadi penting sebagai wadah refleksi bagi santri dan bangsa untuk mengenang sejarah perjuangan kaum santri,” ungkap Ketua Jurusan Syariah dan Ekonomi islam IAIN Parepare itu.
Mengapa penting? tambah Budiman, Lintasan sejarah akan memberikan bekal bagi para santri saat ini untuk berbenah, meningkatkan kualitas diri demi kemajuan bangsa. Apalagi zaman dengan segala konsekuensinya menuntut anak bangsa terutama santri dalam mengelolah pondok pesantren untuk membangun komitmen dalam rangka menangkal arus informasi dan tsunami pemikiran yang bertentangan dengan nilai luhur kultur dan karakter bangsa kita. Bahkan secara morfologis termasuk moderen, lebih dekat pelafalannya dengan kata Muddirun yang dapat dimaknai sesuatu yang membahatakan.
“Ini berarti Zaman moderen harus di sikapi secara cerdas, nan arif agar kita khususnya generasi muda kita tidak tergilas oleh pengaruh negatifnya,”
Walhasil lanjut Budiman, Hari santri dapat dimaknai sebagai upaya penyatuan komitmen jihad (kesungguhan) dan kesadaran bertanah air. Dalam bahasa lain santri merupakan penanda berurat berakarnya spritualitas dan patriotisme masyarakat Indonesia yang komitmenya dirajut melalui pesantren secara subtansial, bukan hanya helatan kegiatan yang terkesan seremonial Setiap 22 Oktober.
Kiai Budiman menutup tulisanya dengan kata, penulis, insya Allah santri sampai mati.
Sementara salah seoarang netizen melalui Facebooknya Quraisy Mathar ikut berkomentar dalam status FB Kiai Budiman tersebut, Keren San dan Tri Tritunggal tiga dalam satu,
“Santri, Ustad dan Pondoknya. menyatu dalam pesantren. Tentang aku, kamu dan kita, tentang Kehidupan, Kemanusiaan dan Ketuhanan selalu tiga dalam satu,” katanya.
Editor: Hamdan