MAKASSAR, PIJARNEWS.COM–Indonesia dikejutkan oleh pengungkapan kasus peredaran uang palsu yang melibatkan Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar.
Kepala Perpustakaan UIN Alauddin, Andi Ibrahim, diduga menjadi otak di balik penyelundupan mesin pencetak uang palsu ke dalam kampus melalui modus yang cerdik.
Kapolda Sulawesi Selatan, Irjen Pol. Yudhiawan Wibisono, mengungkapkan bahwa Andi Ibrahim menggunakan posisinya sebagai kepala perpustakaan untuk menyelundupkan mesin tersebut.
Modusnya adalah menyatakan mesin itu sebagai fasilitas fotokopi bagi mahasiswa yang ingin menggandakan buku. Dengan alasan tersebut, ia berhasil menghindari kecurigaan dari pihak kampus.
“Alasannya, jika ada mahasiswa yang ingin meminjam buku bisa fotokopi atau mencetak. Itu alasannya, sehingga tidak menimbulkan kecurigaan. Tapi dalam pelaksanaannya, ternyata digunakan untuk mencetak uang palsu,” kata Yudhiawan, Rabu (1/1/2025) dilansir dari HeraldSulsel.id.
Menurut Yudhiawan, mesin pencetak uang palsu tersebut sudah berada di perpustakaan sejak September 2024. Posisi Andi Ibrahim sebagai kepala perpustakaan membuatnya leluasa memasukkan alat tersebut tanpa dicurigai.
“Karena dia menjabat sebagai kepala perpustakaan, semua orang mengira itu mesin untuk menggandakan buku. Mahasiswa hanya tahu bahwa buku-buku mahal bisa digandakan dengan biaya lebih murah,” ujarnya.
Polisi telah menangkap dan menetapkan 19 orang sebagai tersangka dalam kasus ini. Para tersangka diduga terlibat dalam pencetakan dan peredaran uang palsu yang dicetak di perpustakaan UIN Alauddin Makassar.
“Sudah 19 orang ditetapkan sebagai tersangka,” ungkap Kapolres Gowa, AKBP Reonald Simanjuntak.
Ia menambahkan bahwa pihaknya masih mengejar dua orang pelaku yang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
“Masih ada dua DPO yang kita kejar,” tambahnya. Kasus ini membuka mata banyak pihak terkait betapa liciknya modus yang digunakan pelaku. Mesin yang dikira sebagai alat bantu untuk fotokopi ternyata dimanfaatkan sebagai pabrik uang palsu. Mahasiswa dan penghuni kampus lainnya tidak mengetahui aktivitas ilegal ini karena alat tersebut tampak seperti fasilitas biasa di perpustakaan. (*)
Sumber: HeraldSulsel.id