MAKASSAR, PIJARNEWS.COM — Rasa kecewa ditanggung Basri Alam (42), warga Kabupaten Bone yang pernah mengalami pengeroyokan atas empat oknum polisi anggota Polres Bone. Setelah kasusnya sempat mandek, warga Desa Tanete Harapan Kecamatan Cina itu harus menelan pil pahit.
Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Makassar membebaskan keempat oknum polisi tersebut. Oleh karena itu, melalui kuasa hukumnya, Buyung Harjana, dia berencana melakukan kasasi di Mahkamah Agung (MA).
Kepada pijarnews.com, Buyung menilai bahwa putusan yang dikeluarkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tinggi sangat kontroversial dan terbukti keliru. Pasalnya keempat terdakwa sebelumnya dijatuhi hukuman masing-masing 2,5 tahun dan 2 tahun penjara pada tanggal 14 Agustus 2018.
Buyung mengatakan jika putusan pengadilan tinggi yang dipimpin oleh Jack Johanis Octavianus keliru karena menyebut tidak saksi yang melihat pengeroyokan oknum kepada Basri Alam.
“Padahal jelas-jelas dalam putusan pengadilan negeri di halaman 7,9,17,18 itu ada saksi atas nama Herlina dan andi Kaharuddin, dan juga saksi rangkaian yang melihat korban dipukuli sehingga alat bukti saksi terpenuhi,” kata Buyung, Sabtu, 27 Oktober 2018.
Dalam pertimbangan majelis hakim pengadilan tinggi selanjutnya menganggap keempat terdakwa tidak terbukti cukup kuat karena surat Visum Et Repertum baru keluar pada tahun 2017 sedangkan kejadiannya di tahun 2015.
Buyung menilai, hasil visum baru keluar di tahun itu karena baru diminta oleh penyidik yang memulai penyidikan pada tahun 2017. Adapun visum sendiri sudah dilakukan pada tahun 2015 beberapa hari setelah pengeroyokan terjadi.
“Majelis hakim banding telah keliru dalam menilai hasil Visum Et Repertum, bahwa hasil visum tersebut dikeluarkan oleh rumah sakit pada tanggal 8 Februari 2017 yaitu dua tahun setelah kejadian karena baru diminta oleh penyidik. Namun secara tegas bahwa di dalam surat visum itu telah dilakukan pemeriksaan pada senin, tanggal 13 April 2015. Kesalahan majelis hakim menilai hasil Visum Et Repertum sangat vital dan menyebabkannya salah mengambil keputusan. Tidak mungkinlah penyidik, kejaksaan dan hakim pengadilan negeri keliru menggunakan visum yang salah,” tandasnya.
Dalam surat Visum Et Repertum tersebut, ditemukan korban dalam keadaan luka lecet pada dahi kanan disertai bengkak pelipis kanan serta gigi depan goyah.
Kronologis kejadian ini bermula saat korban, Basri Alam mengalami kekerasan yang dilakukan oleh oknum anggota Polres Bone yakni terdakwa AB, MR, KM, dan NA di Café Venom, Jl MH Thamrin, Kecamatan Tanete Riattang, Kabupaten Bone pada 13 April 2015 silam.
Keesokan harinya setelah pengeroyokan, korban melakukan pelaporan di kantor polisi resor Bone dan langsung visum pada pagi hari itu juga di RSUD Tenriwaru. Selama 2015 hingga 2017, laporan polisi tersebut tidak ada perkembangan yang berarti.
Bahkan diberitahukan kepada korban bahwa berkas perkara hilang. Hingga akhirnya korban mengadukan hal ini sehingga dilakukan gelar perkara kedua di Polda Sulsel pada tanggal 1 Februari 2018 dan ditetapkan empat tersangka. Selama proses penyidikan, para tersangka tidak dilakukan penahanan.
Selanjutnya tahap 2, pelimpahan barang bukti dan tersangka dari penyidik ke Jaksa Penuntut Umum barulah dilakukan penahanan. Kemudian perkara ini kembali disidangkan dengan vonis perkara untuk terdakwa 1 pidana penjara selama 2,5 tahun dan terdakwa 2,3, 4 pidana penjara selama dua tahun. Sayangnya, ketika para terdakwa banding dengan nomor register perkara: 443/Pid/2018/PT.MKS, putusan Pengadilan Tinggi Makassar menyatakan terdakwa bebas murni. (*)
Editor: Dian Muhtadiah Hamna