6. TABUNGAN MENJADI POS PENGELUARAN PERTAMA
Perencanaan keuangan keluarga harus berhitung prospek surplus. Potensi maupun penghasilan efektif yang didudukkan sebagai cash in harus lebih besar dari rencana belanja dan pengeluaran yang didudukkan sebagai cash out. Dengan posisi demikian, maka bisa didapatkan sejumlah kelebihan dana (surplus). Kelebihan ini yang bisa bisa digunakan untuk 2 (dua) keperluan, pertama untuk tujuan investasi (pengembangan modal), atau kedua untuk dijadikan tabungan (berjaga-jaga). Namun dalam sebuah keluarga dengan pondasi penghasilan yang masih rapuh, lebih direkomendasikan untuk mengarahkan kelebihan dananya untuk dijadikan tabungan. Terutama dalam hal ini bisa diberlakukan untuk sebuah keluarga/pasangan yang baru.
Kesadaran akan pentingnya tabungan harus ditanamkan dari awal membangun rumah tangga. Mungkin tidak semua situasinya sama, tapi secara umum keluarga yang baru relatif beban kebutuhannya belum terlalu besar. Berbeda dengan keluarga yang sudah berumur lebih tua, apalagi yang sudah ramai dengan kehadiran sejumlah anak, maka tentu beban pengeluarannya bisa jauh lebih besar. Peluang untuk bisa menabung secara rutin mengandalkan kelebihan dana menjadi lebih sulit. Padahal tabungan ini punya banyak fungsi. Selain menjadi dana cadangan yang sewaktu-waktu dibutuhkan untuk kebutuhan emergency (darurat), bisa juga berfungsi untuk dana persiapan kebutuhan masa depan, misalkan untuk membeli/membangun rumah, kendaraan, pendidikan anak, atau keperluan ibadah umroh/haji. Disamping itu tabungan bisa juga diproyeksi nantinya menjadi modal awal untuk investasi. Dengan dana lebih hanya sejumlah Rp. 250.000,- mungkin belum ada gambaran investasi yang bisa muncul dibenak kita. Namun dana lebih yang terkumpul dari hasil tabungan rutin selama 2 tahun ternyata angkanya sudah bisa mencapai Rp. 6.000.000,-. Sebuah angka yang relatif cukup memadai untuk dijadikan modal awal beragam investasi. Bagaimana, gambaran dan model hitungan yang mudah difahami bukan? Tapi percayalah, bahwa disiplin dan rutin menabung itu tidak mudah. Salah satu bentuk kegagalan dalam menjalankan program tabungan ketika berharap tabungan dari sisa belanja. Sulit kalau seperti itu modelnya. Harus dibalik, sejak menerima penghasilan, maka sejak itu pula langsung disisihkan sejumlah tertentu untuk tabungan. Jadi seolah-olah kita menempatkan tabungan itu sebagai komponen belanja. Bahkan diposisikan sebagai belanja dengan prioritas pertama bersama dengan belanja sedekah.
7. TIDAK MENUNDA PEMBAYARAN TAGIHAN
Hadirnya tagihan pada komponen pengeluaran mendampingi belanja barang adalah hal yang sulit terelakkan. Baik itu yang berbentuk beban (expense) maupun dalam bentuk biaya (cost). Dalam akuntansi sendiri, kedua konsep ini dibedakan. Beban akan memberi pengaruh pada laporan neraca, sedangkan biaya memberi pengaruh pada laporan laba rugi. Namun dalam konteks keuangan keluarga, baik beban maupun biaya bisa menyatu menjadi tagihan yang sifatnya rutin. Misalkan dampak dari pembelian kendaraan yang pernah dilakukan secara kredit, maka muncul biaya cicilan kendaraan setiap bulan. Begitu juga ada beberapa beban rutin yang lazim muncul dalam sebuah keluarga, seperti beban air, listrik, dan internet.
Semua tagihan ini perlu dialokasikan juga secara rutin mengikuti masa tagihan dan disiplin dibayarkan ketika dananya sudah tersedia. Jangan suka menunda tagihan-tagihan seperti ini. Selain bisa berdampak pada munculnya beban denda, juga berpotensi mengalihkan dana yang tersedia untuk keperluan yang lain. Tentu ini akan merusak rancangan keuangan keluarga kita. Disisi lain dengan sudah terbayarkannya semua tagihan yang ada, juga akan lebih meringankan beban pikiran dan menghindarkan kita dari beban utang dikemudian hari.