Oleh : Muhammad Yunus (Mahasiswa Prodi Hukum Pidana Islam, IAIN Parepare)
DI KANCAH arus disrupsi, generasi milenial dituntut untuk dapat bergandengan tangan dengan zaman. Sebab di zaman ini, segala hal menjadi praktis dan dapat dengan mudah disearching melalui teknologi canggih saat ini. Zaman membuat segala sesuatu berubah sehingga manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan dengan kondisi zaman. Mulai dari sosial, agama, politik, bahkan dalam kesehatan pun.
Ibarat sungai banjir bandang, bangsa Indonesia saat ini, di tengah arus globalisasi mengalami peningkatan dalam dunia sosial. Bahkan Indonesia mendapat posisi ke empat setelah Amerika Serikat, dilansir dari media Celebrities.id bertajuk, 4 Negara dengan Pengguna Media Sosial Terbanyak, Indonesia salah satunya.
Meningkatnya persentase penggunaan media sosial menjadi konsekuensi logis akibat kencangnya pergolakan zaman. Sehingga media sosial hadir untuk instrumen adaptasi bagi manusia saat ini. Tampilan dari media sosial pun beragam, mulai dari Facebook, Instagram, Twiitter, serta Tik tok dan masih banyak tampilan media sosial lainnya.
Menurut data dari Statista, Indonesia mendapatkan posisi kedua setelah Amerika Serikat dari persentase peningkatan jumlah pengguna. Dengan angka 65,9 juta pengguna aktif tiap bulan dari tahun 2020 menjadi angka fantastis dalam dunia maya. Hal ini menjadi imbauan bagi bangsa Indonesia dalam perkembangan media sosial guna selektif dan bijaksana menyikapi perkembangan zaman.
Beberapa pekan lalu, publik dihebohkan dengan viralnya salah satu video di Tik tok bergenre kesehatan dengan tujuan mengedukasi masyarakat.
Merebaknya berita edukasi kesehatan di beberapa media massa menjadi pro kontra di kalangan publik. Bukan hanya itu, hal ini juga dianggap melanggar kode etik kesehatan. Dilansir dari salah satu tabloid harian, membeberkan kasus terbaru dari akun Tiktok @dr.kepinsamuelmpg yang membahas soal proses pengecekan bukaan saat kelahiran bertajuk “Konten Viral Tenaga Kesehatan dan Kode Etik di Media Sosial” .
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2018 Tentang Komite Etik Dan Hukum Rumah Sakit mengatur terkait bagaimana tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan terhadap pasien. Bukan hanya itu, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Pasal 57 ayat 1, setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang telah dikemukakan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan.
Kode etik kedokteran Indonesia dan pedoman pelaksaan kode etik kedokteran Indonesia, mengatur terkait bagaimana batasan-batasan dan hal-hal apa saja yang boleh dilakukan oleh seorang dokter. Sehingga dalam menjalankan sebuah profesi kedokteran harus sesuai dengan pedoman yang ditetapkan.
Hadirnya regulasi tentu menggambarkan Indonesia sebagai negara hukum. sehingga regulasi harusnya menjadi angin segar bagi yang berprofesi sebagai seorang dokter, sehingga tidak akan kaku dalam menjalankan profesinya.
Namun di lain sisi, hal ini justru membuat tenaga kesehatan dilematis dalam mengedukasi kalangan masyarakat lebih luas. Sebab pada Pasal 7 dan Pasal 8 mengatur terkait keterbukaan informasi kepada khalayak dibarengi dengan pertanggungjawaban.
Senada hal itu, pihak kesehatan harusnya melakukan terobosan baru agar dapat mengedukasi masyarakat lebih luas sembari merevisi regulasi kode etik kesehatan yang berlaku di Indonesia dengan beberapa pertimbangan.
Bukan hanya itu, masyarakat juga harus memposisikan diri sebagai khalayak untuk pencerdasan bukan menyampaikan adagium kontra tanpa solusi yang jelas. (*)
Tulisan opini yang dipublikasikan di media online ini menjadi tanggung jawab penulis secara pribadi. PIJARNEWS.COM tidak bertanggung jawab atas persoalan hukum yang muncul atas tulisan yang dipublikasikan.