OPINI — Tegak runtuhnya hukum maupun hitam putihnya penegakan hukum itu adalah sangat ditentukan oleh aparat penegak hukum itu sendiri. Sebaik apapun hukum itu, bila komitmen, ķompentensi, mental, dan moral aparatnya rendah lagi murahan, maka keadilan dan kepastian hukum itu akan terkoyak-koyak, hingga yang tersisa hanyalah duka dan sengsara bagi masyarakat.
Dugaan korupsi pengadaan obat di Rumah Sakit Andi Makkasau dan ditetapkannya MY sebagai tersangka oleh Kejari Parepare belum ada penjelasan yang jelas. Apakah MY ditetapkan tersangka karena menikmati atau menguasai dana tersebut ataukah sebagai bentuk pertanggungjawaban jabatan sehubungan dengan tugas dan kewenangan sebagai Plt Direktur Rumah Sakit Andi Makķasau.
Bila MY ditetapkan sebagai tersangka karena pertanggungjawaban jabatan sebagai direktur RS Andi Makkasau, maka MY kemungkinan besar akan lolos dari jeratan hukum. Karena adanya kekeliruan dalam menerapkan hukum.
Status MY di RS Andi Makkasau kedudukan hukumnya bukanlah pejabat yang patut dimintai pertanggungjawaban hukum sehubungan dengan tugas dan kewenanganya, ķarena posisi MY hanya sebatas pelaksana tugas dan kewenangannya terbatas untuk tugas rutin (PENERIMA MANDAT). Secara hukum PEMBERI MANDAT-lah yang menjadi pemegang kekuasaan jabatan tersebut, hal itulah yang mendasari sehingga pertanggungjawaban hukum dari pelaksanaan Plt dibebankan kepada PEMBERÌ MANDAT.
Plt pada hakekatnya hanyalah Remot Pagar yg dikendalikan oleh satpam untuk buka-tutup pintu. Tentu tidak patut REMOT PAGAR yang disalahkan bila ada orang atau tamu terjepit pintu. PEMBERI MANDAT sangat sulit melepaskan diri dari jeretan hukum bila terdapat perbuatan melawan hukum yang berhubungan dengan tugas dan kewengan Plt. Hal yang paling minimal adalah MEMBIARKAN tindak pidana itu terjadi yang menjadi kekuasaan dan tanggungjawabnya. (*)