Oleh: Suhri (Mahasiswi Pascasarjana IAIN Parepare)
HIDUP di lingkungan makhluk sosial tidak lepas dari hubungan komunikasi sebagai wadah menjalin hubungan silaturahmi antarsesama makhluk sosial. Hubungan silaturahmi akan terjaga dengan baik, apabila komunikasi yang dilakukan berlandaskan pada etika yang baik saat melakukan hubungan komunikasi. Komunikasi sebagai jalan keluar dalam menyelesaikan suatu masalah sedangkan etika berperan sebagai faktor pendukung untuk komunikasi efektif. Dalam hal tersebut, etika sebagai sikap dan perilaku yang diterapkan saat berinteraksi satu sama lain, sangat berpengaruh terhadap tingkat efektivitas komunikasi yang berkualitas.
Komunikasi adalah proses hubungan interaksi yang dilakukan oleh beberapa orang, kelompok, organisasi maupun masyarakat untuk mendapatkan informasi satu sama lain. Hubungan komunikasi tersebut, memerlukan sikap dan perilaku yang baik agar tercipta suasana yang harmonis, damai dan berlangsung secara efektif. Berdasarkan pada situasi saat ini, terkadang hubungan komunikasi yang dilakukan dalam suatu lingkungan sosial, kurang memperhatikan bahkan tidak menerapkan etika komunikasi yang baik saat berinteraksi, sehingga ada pihak yang merasa tidak nyaman bahkan tersinggung, yang berujung pada perseteruan dan perpecahan yang sangat merugikan. Sama halnya ketika sedang berdakwah, terkadang ada mubaligh yang tidak memperhatikan situasi dan kondisi mad’unya serta etika komunikasinya yang terkadang ceplas-ceplos, sehingga pesan dakwah yang disampaikan kurang sreg dipikiran mad’unya.
Bertens mengemukakan bahwa etika sebagai nilai-nilai dan norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok untuk mengatur tingkah lakunya. Dalam hal tersebut, perbuatan seseorang akan dianggap tidak bermoral ketika melanggar nilai-nilai dan norma etis yang berlaku dalam masyarakat. Orientasi etika adalah cara untuk mengetahui bagaimana seseorang harus bertindak. Etika mengantar seseorang kepada kemampuan untuk bersikap kritis dan rasional, untuk membentuk pendapatnya sendiri dan bertindak sesuai dengan apa yang dapat dipertanggungjawabkannya tanpa ada pihak lain yang merasa dirugikan.
Berdasarkan pada penjelasan tersebut, sebagai makhluk sosial yang tidak lepas dari hubungan komunikasi, harus memahami etika komunikasi dengan baik, agar hubungan komunikasi terjalin secara efektif tanpa adanya perselisihan yang terjadi. Untuk menghindari adanya perselisihan yang mungkin terjadi saat berkomunikasi etika komunikasi dapat diperdalam dengan memperluas pengetahuan tentang sikap dan perilaku yang baik saat berkomunikasi, empati, mampu menyesuaikan situasi dan kondisi saat berinteraksi, saling menghargai dan menghormati serta memikirkan segala sesuatu sebelum disampaikan.
Sama halnya ketika sedang berdakwah, berkomunikasi dengan mad’u harus memperhatikan macam-macam “kaulan” atau perkataan yang diperuntukkan kepada mad’u seperti, Kaulan Maysurah (kata-kata yang sederhana) (Q.S. Al-Isra: 28); Kaulan Layyinan (kata-kata yang lemah lembut) (Q.S. At-Thoha: 43-44); Kaulan Karimah (kata-kata yang baik’ beramal sholeh) (Q.S. Al-Isra: 23), Kaulan Sadidan (kata-kata yang tepat/lurus) (Q.S. Al-Ahzab: 70-71); Kaulan Baligan (kata-kata yang menyentuh jiwa) (Q.S. An-Nisa: 63); dan Kaulan Ma’rufan (kata-kata yang mulia) (Q.S. Al-Ahzab:32) yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi mad’u, agar pesan dakwah yang disampaikan, dapat dipahami dengan baik oleh mad’u. Hal tersebut sangat penting dipahami dengan baik dan diterapkan dalam menjalin hubungan komunikasi kepada sesama makhluk sosial untuk menghindarkan lidah mengeluarkan perkataan yang dapat merugikan pihak lain. (*)
Tulisan opini yang dipublikasikan di media online ini menjadi tanggung jawab penulis secara pribadi. PIJARNEWS.COM tidak bertanggung jawab atas persoalan hukum yang muncul atas tulisan yang dipublikasikan.