OPINI — Sistem pembuktian yang diatur menurut KUHAP pada hakekatnya berdasarkan fakta-fakta hukum yang memadai dan bersesuaian antara satu dengan lainnya. Fakta-fakta hukum tersebut membentuk keyakinan bahwa terdakwa adalah terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan menurut hukum. Jadi bukan keyakinan sudah utuh baru mencari alasan pembenaran.
Menurut JPU, perkara penyiraman Novel Baswedan bahwa dakwaan subsider pasal 353 ayat 2 KUHP terbukti sedangkan dakwaan primer pasal 355 KUHP ayat 1 tidak terbukti. Tentunya timbul pertanyaan mendasar tentang barometer yang diterapkan JPU dalam pembuktian kedua pasal ini. Hal ini sangat mendasar mengingat kesalahan dalam menentukan alat ukur, terlebih lagi kesalahan dalam memaknainya.
Pasal 353 ayat 2 KUHP yaitu penganiayaan dengan rencana terlebih dahulu dan mengakibatkan luka-luka berat, ancamannya 7 tahun sedangkan pasal 355 KUHP ayat 1 yaitu penganiayaan berat dengan rencana terlebih dahulu ancamannya 12 tahun pidana penjara. Sekilas unsur-unsur kedua pasal tersebut adalah sama dan hanya ancaman hukumannya yang berbeda. Padahal secara hukum unsur-unsur kedua pasal tersebut, perbedaannya sangat mendasar. Titik sentuh kedua pasal tersebut membuka ruang “penerapan hukum mana suka”.
Minimal ada 4 hal yang patut dikaji secara mendalam terhadap penerapan kedua pasal tersebut, yaitu : 1). Perencanaan terlebih dahulu, 2). Alat yang digunakan, 3). Sasaran penyerangan 4). Akibat luka yang ditimbulkan. Bila alat ukur tersebut diterapkan pada perkara penyerangan Novel Baswedan, maka tuntutan JPU bahwa dakwaan primer pasal 355 tidak terbukti, tetapi dakwaan subsider pasal 353 ayat 2 yang terbukti.