OPINI-Mungkin diantara kita sudah tidak asing lagi dengan istilah Fear of Missing Out atau FoMO, sekarang ini istilah FoMO sering muncul di media sosial terutama dikalangan para remaja. Fear of Missing Out meruapakan suatu fenomena dimana seseorang merasa takut akan tertinggal sehingga sangat mempedulikan dan memikirkan apa saja yang dilakukan orang lain, dengan kata lain seseorang merasa takut dianggap tidak eksis dan up to date.
Fenomena FoMO sebenarnya muncul akibat dari perasaan rendah diri, kesal, kecewa, apabila merasa ketingggalan suatu informasi atau sebuah kejadian. Akibatnya kebutuhan Psikologis yang diciptakan menjadi tidak terpenuhi. Selain itu, seseorang yang tidak ingin kehilangan suatu moment dalam kata lain selalu up to date dapat dengan mudah terkena FoMO. Selain itu FoMO juga dapat memengaruhi prilaku yang problematic seperti rasa cemas, depresi dan neorotik (Dewi, 2021). Fear of Missing Out sebenarnya adalah ketakutan serta kecemasan dari seseorang yang memiliki perasaan atau keinginan kompilsif pada sebuah kejadian menarik dan menyenangkan yang terjadi di suatu tempat atau lingkunganya, keinginan komplusif ini mendorong seseorang untuk berada, mengikuti, dan mengalami kejadian yang ada (Carolina dan Mahestu, 2020). Lalu apa kaitannya Fenomena Fear of Missing Out (FoMO) dengan Sosial Media Instagram?.
Seiring perkembangan zaman, penggunaan teknologi juga semakin berkembang pesat, akses-akses media sosial semakin cangggih, Merilis data dari We Are Social, salah satu platform sosial media yang saat ini banyak di gunakan oleh masyarakat adalah Instagram dengan persentase 80 % di Tahun 2022 setelah WhatsAap dengan persentase 85 %. Selain itu pengguna internet di indonesia mengalami kenaikan, berdasarkan survei yang dialkukan oleh Asosiasi pengguna internet Indonesia (APJII) 2019-2020 Jumlah persentase pengguna internet Indonesia sebesar 73,7% yaitu sekitar 196,71 juta jiwa dari total populasi 266,91 jiwa penduduk Indonesia.
Media sosial tidak dipungkiri lagi bahwa dengan adanya mempermudah kita memberi dan menerima informasi , namun juga disisi lain keberadaan media sosial membuat penggunanya lebih banyak menghabiskan waktunya dalam dunia Maya. Lantas saat berbicara tentang Fear of Missing Out (FoMO) ketika berkomunikasi di media sosial atau dunia maya membuat seseorang yang terdampak FoMO menjadikan media sosial sebagai dorongan untuk terus memperbaharui, menggali kesamaan denga napa yang mereka amati agar terpenuhi segala kebutuhanya.
Kehidupan dunia maya lebih mengarah pada terciptanya konsep diri yang ideal bagi setiap penggunanya, hal ini membuat seseorang terkhusus remaja berlomba-lomba membentuk citra positif sesuai keinginannya dengan cara apapun. Fenomena ini menimbulkan rasa kepuasan pada diri seorang remaja ketika mereka mendapatkan pujian, like atau komentar positif seperti yang sering kita temui pada Instagram. Remaja atau kaum milenial yang mengalami sindrom ini akan terus merasa takut tertinggal dan gelisah apabila tidak mengikuti trend yang ada.
Instagram menyediakan berbagai fitur, mulai dari menambah teman, mengirimkan komentar, berbagi foto, video, dan memberikan respon atau like. Tentunya fitur-fitur yang diberikan oleh Instagram memebuat kaum milenial tergiur untuk mengikuti trend-trend yang ada, hal inilah yang mengabikatkan munculnya rasa takut tertinggal atau Fear of Missing Out pada remaja tumbuh dan tertanam. Padahal invidu yang mengalami kecanduan dalam bermedia sosial akan merasa jika dunia maya lebih menarik dari dunia nyata. Semakin kuat tingkat FoMO yang dialami remaja atau individu maka akan semakin cenderung mengalami kecanduan media sosial
Hasil survai FoMO yang dilakukan oleh Organisasi Profesi Psikologi Australia menujukkan bahwa rata-rata remaja menghabiskan waktunya 2,7 Jam perhari dalam bermain sosial media. Survai yang dilakukan juga mengemukakan bahwa remaja lebih signifikan kemungkinannya mengalami FoMO dibandingkan orang dewasa. Rasa takut tertinggal atau perasaan tidak up to date menyebabkan remaja meningkatkan intensitas penggunaan media sosialnya.
Przybylsky, dkk (2013) mengemukakan bahwasanya seseorang yang mengalami sindrom FoMO di media sosial merasakan kepuasan tersendiri atas kebutuhan , suasana hati, dan rasa puas akan kehidupanya di dalam media sosial. Kecenderungan menggunakan media sosial secara massif mampu menumbuhkan rasa FoMO menjadi sesuatu yang sangat berbahaya, dimana bisa menyebabkan prilaku yang tidak rasional hanya untuk memuaskan rasa Fear of Missing Out dalam dirinya. Biasanya FoMO yang tinggi diakibatkan oleh kebiasaan seorang individu mengakses media sosial pada saat beraktivitas yang dimana aktivitas tersebut memerlukan konsentrasi yang tinggi seperti belajar, berkendara, dan masih banyak lainnya.
Setidaknya Ada enak factor menurut JWT Intellgence (2012) yang menjadi pendorong munculnya FoMO yaitu:
- Keterbukaan informasi di media sosial
Halaman media sosial yang semakin hari menjediakan fitur-fitur terbaru selalu menayajikan informasi yang real-time, obrolan terhangat , gambar atau video terbaru. Keterbukaan informasi inilah yang menjadikan budaya masyarakat yang dulunya privasi menjadi budaya yang lebih terbuka.
- Usia
Menurut JWT Intellgence usia 13- 33 Tahun memilikilevel FoMO tertinggi, keberadaan usia-usia muda ini memiliki jumlah terbanyak di media sosial sehingga menjadikan media sosial popular.
- Social one-upmanship
Social one-upmanship adalah sikap diamana seseorang berusaha untuk melakukan dan membuktikan bahwa dirinya lebih baik dibandingkan dengan yang lain.
- Peristiwa yang disebarkan melalui fitur hastag
Penggunaan hastag ( # ) dalam media sosial menjadikan informasi leboh cepat menyebar, sehingga memungkinkan pengguna memberitahukan peristiwa yang sedang terjadi saat itu.
- Kondisi Deprivasi relative
Kondisi dimana perasaan tidak puas seseorang saat membandingkan kondisinya dengan orang lain
- Banyak stimulus untuk mengetahui suatu informasi
Dengan perkembangan teknologi dan meluasnya informasi membuat munculnya stimulus-stimulus yang ada menumbuhkan rasa keingintahuan untuk tetap mengikuti perkembangan terkini. Keinginan inilah yang memunculkan Fear od Missing Out.
Seseorang yang mengidap FoMO akan mengalami berbagai rasa kecemasan dan kegelisahan, seperti:
- Merasa rendah diri
- Gangguan kecemasan sosial
- Depresi
- Menekankan
- Penghinaan
- Merasa kesepian
- Bertingkah irasioanl
- Gangguan tidur
- Hilang nafsu makan
- Hubungan dengan lingkungan sekitar tidak baik
Ada suatu kasus yang pernah terjadi yang disebabkan oleh FoMO di Indonesia yang di kutip oleh Kompasiana, yaitu seoarang remaja di Bekasi yang berusia 13 Tahun dengan inisial FA tewas karena melakukan sebuah tantangan trend di salah satu akun mendi sosial yang di kenal dengan “Challenge malaikat maut” tren tersebut dilakukan dengan cara melompat kedepan untuk menghadang truk yang melaju dengan kecepatan tinggi, dengan harapan supit truk dapat melakukan rem mendadak dan mebelokkan truk. Kasus tersebut memperlihatkan kepada kita betapa negatifnya FoMO, terkadang orang-orang harus menghadapi resiko hanya agar mereka .
Sebagai remaja dan penerus generasi bangsa tentunya kita perlu menerapkan hal-hal berikut Untuk terhindar dari sindrom Fear of Missing Out (FoMO):
- Fokus dengan apa yang kamu punya dengan menyadari kemampuan kan kapasitas yang ada dalam dirimu, apa bila bermain media sosial gunakan fitur “hide” untuk menyembunyikan akun atau hal-hal yang bisa memicu rasa cemas.
- Mmembuat journal atau tulisan mengenai pengalamanmu untuk mengalihkan focus dari public approval dan validasi dari orang lain.
- Perbanyak koneksi atau relasi dengan orang-orang secara tatap muka, karena hal ini bisa membangun interaksi yang positif dan meminimalisir FoMO.
Tulisan opini yang dipublikasikan di media online ini menjadi tanggung jawab penulis secara pribadi. PIJARNEWS.COM tidak bertanggung jawab atas persoalan hukum yang muncul atas tulisan yang dipublikasikan.